PALESTINA terjajah lebih dari tujuh puluh tahun. Dan selama kurun waktu itu, negara-negara teluk berlomba pamer kekayaan.
Sejak 14 Mei 1948, Israel memproklamirkan diri sebagai negara berdaulat. Mirisnya, kedaulatan itu berdiri di tanah suci umat Islam, Al-Quds Palestina.
Sejak itu, cerita dan peristiwa horor kerap mewarnai kehidupan rakyat Palestina. Ada yang rumahnya digusur paksa. Ada warga yang ketika mengungsi keluar Palestina, tapi dilarang kembali. Ada penahanan aktivis dalam jumlah besar, dan cerita pembunuhan yang seperti tak pernah usai.
Kini, Google Map tak lagi mengakui Palestina. Silakan klik Palestina di mesin pencarian Yahudi itu, yang muncul justru nama Israel.
Di peta yang bernama Israel itu, ada dua wilayah kecil yang terpisah berjauhan. Satu di sisi utara, dan satunya lagi di sisi selatan.
Yang di sisi utara bernama Tepi Barat, dan di sisi selatan bernama Gaza. Yang wilayah Tepi Barat luasnya 5.850 kilometer, itu pun bercampur dengan wilayah Israel, dan yang di Gaza luasnya hanya 45 kilometer. Sebuah luas yang hampir setara dengan luas Pekalongan Jawa Tengah.
Dua tempat itulah yang kini masih dihuni warga Palestina. Di Tepi Barat ada sekitar 3 juta warga Palestina, dan di Gaza, data sebelum perang, ada sekitar 2,5 juta orang. Totalnya ada 5,5 juta penduduk Palestina yang terpisah di dua wilayah.
Kenapa harus terpisah? Begitulah cara penjajah Israel melemahkan rakyat Palestina. Selain diperlakukan berbeda, dua wilayah itu kerap diadu domba oleh Israel untuk saling bermusuhan.
Begitu pun di wilayah Tepi Barat sendiri, Israel juga menerapkan politik adu domba. Di wilayah itu diciptakan pemimpin boneka, seolah sebagai pemimpin Palestina yang berkuasa. Padahal, mereka hanya ‘mainan’ Israel dan Amerika.
Khusus untuk wilayah Gaza, Israel bukan hanya memblokade semua akses politik dan ekonomi, tapi juga memeranginya secara rutin.
Bagaimana dengan negara-negara Arab? Kenapa mereka nyaris tak terlihat di kegiatan dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina?
Dari sekian negara saat ini, yang jelas mendukung perjuangan Palestina justru bukan ada di wilayah Arab. Termasuk yang abai adalah Mesir, Irak, Yordania, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, dan Arab Saudi yang nyaris bersebelahan dengan bumi Palestina.
Pertanyaannya, kenapa? Bukankah mereka negeri-negeri muslim yang mestinya menghormati negeri Palestina? Dan, Palestina tak bisa dipisahkan dari Islam.
Di sana tempat lahirnya para Nabi. Di sana menjadi salah satu asbabun nuzul Surah Al-Isra. Di sana, ada Masjid Al-Aqsha yang menjadi tempat suci ketiga umat Islam. Di sana, tempat yang menjadi peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan seterusnya.
Membandingkan keadaan Palestina dengan negeri-negeri Arab saat ini seperti antara pasar tradisional umumnya dengan mal super mewah.
Bahkan, sejumlah negara itu ada yang sudah menjalin diplomatik dengan Israel. Mereka antara lain Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan hampir saja Arab Saudi.
Di wilayah-wilayah itu mereka berlomba membangun gedung-gedung mewah seolah bingung mau diapakan duit berlimpah mereka. Tentara mereka sudah bersenyawa dengan tentara para penjajah Palestina.
Kalau kita berada di sepanjang perbatasan Rafah, yang memisahkan antara Gaza dengan Mesir, di sana berjajar kendaraan lapis baja Mesir. Bukan untuk persiapan membantu Gaza dan menyerang Israel. Tapi untuk berjaga-jaga kalau ada warga Mesir yang nyeberang ke Gaza, atau sebaliknya.
Sementara negara-negara nan jauh dari Palestina, seperti dari Eropa, Indonesia, Turki yang bantuan kemanusiaan mereka sudah di Rafah, nyaris tak terdengar dan terlihat yang datang dari negara-negara Arab, kecuali Qatar yang setia mendukung rakyat Palestina.
Tentu bukan karena mereka tak punya uang. Bukan pula karena mereka tak pernah tahu apa yang sedang terjadi di wilayah sebelahnya. Tapi karena mereka sudah terbuai dengan kemewahan, kenikmatan dunia, dan perlombaan berpoya-poya menghamburkan uang.
Benar apa yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih 1400 tahun lalu, “Hampir saja umat (kafir) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru seperti orang-orang mengerumuni sepiring hidangan makanan.
“Seseorang bertanya kepada Nabi, ‘Apakah kita saat itu sedikit, Ya Rasulullah?’
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Bahkan kalian saat itu banyak. Tapi kalian seperti buih yang dihanyutkan aliran air hujan. Allah mencabut rasa takut dalam hati mereka terhadap kalian. Dan kalian terhinggapi penyakit wahan.
“Seorang bertanya, ‘Apakah wahan itu, Ya Rasulullah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Kita kini menjadi saksi terhadap apa yang pernah Nabi sabdakan dahulu. Dan semoga kita tidak tertular penyakit jiwa yang berbahaya itu. [Mh]