MANUSIA mungkin bisa seperti robot. Tapi robot tidak akan bisa seperti manusia. Kenapa?
Banyak ahli yang mengkhawatirkan dengan perkembangan AI atau artificial intelligence. Mesin dengan kecerdasan buatan ini bahkan dinilai bisa melampaui kecerdasan manusia.
Suatu saat, robot bisa mengalahkan manusia karena kecerdasannya melampaui manusia. Mereka dikhawatirkan bukan selalu menjadi objek, melainkan menjadi subjek.
Film-film fiksi ilmiah tentang hal ini sudah tersebar begitu banyak. Dan akhirnya, kecerdasan buatan itu mulai memasuki sisi khusus manusia, yaitu rasa.
Apakah AI bisa merasakan seperti manusia merasakan sesuatu. Misalnya, merasa cinta, benci, senang, takut, berani, dan lainnya.
Di titik ini para ahli AI terus memperdebatkan tentang rasa itu. Sekali lagi, apakah AI bisa merasakan seperti manusia merasakan?
Sayangnya, ahli-ahli Barat hanya berkutat pada kemampuan berpikir manusia pada otak yang kemudian dimasukkan ke AI. Sebagian mereka berpendapat bahwa rasa itu ilusi. Tidak nyata.
Mereka lupa bahwa manusia berada di dua alam: nyata dan gaib. Otak itu memang nyata karena bagian dari fisik. Tapi rasa itu gaib karena ada di wilayah qalbu atau hati yang gaib.
Yang tergolong hal gaib di manusia itu antara lain ruh, jiwa, akal, dan hati itu sendiri. Berada di manakah hal-hal gaib itu dalam fisik manusia, wallahu a’lam bishowab. Hanya Allah yang tahu.
Hati atau qalbu identik dengan jantung secara fisik. Tapi jantung itu dalam wilayah fisik, sementara dunia hatinya tak seorang pun yang tahu. Misalnya, apakah di jantung atas, bawah, kanan, kiri, dan lainnya.
Bahkan dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa memori dan organ berpikir itu bukan hanya otak. Justru ada pada hati.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah)….” (QS. Al-A’raf: 179)
Jadi, hati bukan hanya tentang dunia rasa: cinta, benci, marah, takut, berani, dan lainnya.
Kembali ke tentang robot, apakah robot bisa memiliki hati? Sampai hari kiamat, rasanya, tak seorang yang mampu membuat hati buatan. Seperti mustahilnya membuat ruh buatan.
Tentang ruh dan hati saja tak seorang pun yang tahu, apalagi membuat artifisialnya.
Allah subhanahu wata’ala membatasi seseorang dengan hatinya sendiri. “…Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya…” (QS. Al-Anfal: 24)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Ummu Salamah, tidaklah seorang anak Adam melainkan hatinya terletak di antara dua jari dari jari-jemari Allah. Siapa yang Dia kehendaki lurus, maka Dia akan meluruskannya. Dan siapa yang Dia kehendaki menyimpang, maka Dia akan menyimpangkannya.” (HR. At-Tirmidzi)
Jadi, rasanya terlalu jauh mengkhayalkan robot bisa seperti manusia. Yang mungkin terjadi, manusia yang menjadi robot.
Yaitu ketika manusia menjalani hidupnya tanpa mengikuti hatinya. Mereka terpenjara dalam kebiasaan, rutinitas, aturan yang mereka buat sendiri, dan sejenisnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada hatimu (3x). Karena kebaikan adalah apa yang membuat tenang jiwa dan hatimu. Dan dosa adalah yang membuat goncang dan bimbang hatimu….” (HR. Ahmad)
Jangan-jangan, justru manusia yang lebih berpeluang besar bisa menjadi robot, daripada robot yang berubah menjadi manusia. [Mh]