BAGI orang yang hendak berqurban dianjurkan untuk memahami sunnah sebelum berqurban hingga setelah penyembelihan. Hal ini ditujukan supaya ibadah qurban sesuai dengan yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
1. Merawat hewan kurbannya.
Jauh-jauh hari sebelum hari penyembelihan hendaklah menghormatinya, memberikan tanda dan berusaha menggemukkannya, memperlakukannya dengan lembut tidak kasar, tidak memotong bulunya, tidak menungganginya dan tidak memanfaatkannya.
Hal ini semua merupakan bagian dari mengagungkan syiar Allah Taala, sebagaimana firman-Nya.
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ (سورة الحج: 32)
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Haj: 32)
Ibnu Abbas berkata, “Maksud mengagungkan syiar Allah adalah menggemukkannya, memuliakannya dan memperlakukan hewan kurban dengan baik.” [1]
Baca Juga: Keutamaan Shalat Sunah Dua Rakaat sebelum Subuh
4 Sunnah Bagi Orang yang Berqurban, dari Merawat Hewan hingga Memakan Dagingnya
2. Tidak memotong rambut dan kukunya sejak memasuki awal Zulhijah hingga hewan kurbannya dipotong.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّي فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian melihat hilal Zulhijah dan kalian ingin berkurban, maka hendaknya dia tidak memotong rambut dan kukunya.”
Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar berkata, “Hikmah larangan ini adalah agar seluruh bagian diri ini termasuk bagian yang dibebaskan dari neraka. Ada juga yang berpendapat untuk menyerupai orang yang sedang ihram.
Kedua pandangan ini dinyatakan oleh Imam Nawawi. Tapi para ulama Syafii berpendapat bahwa point kedua salah, karena orang yang berkurban tidak diperintahkan menjuahi istrinya dan meninggalkan wewangian serta pakaian berjahit atau lainnya yang dilarang dari orang yang sedang ihram. [2]
Jumhur ulama (mazhab Maliki dan Syafii dan sebagian ulama mazhab Hambali) berpendapat bahwa hal ini merupakan sunah, artinya makruh jika dilakukan. Namun dalam mazhab Syafii, makruhnya lebih condong kepada kebolehan (makruh lit-tanzih).
Mazhab Hambali yang mu’tamad menyatakan bahwa perkara ini adalah wajib, berarti haram jika dilakukan. Sedangkan ulama kalangan hanafi berpendapat bahwa hal tersebut boleh saja, tidak makruh sama sekali. [3]
3. Memotong sendiri hewan kurbannya.
Jika dia mampu melakukannya dengan baik. Hal ini sebagaimana dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas.
Diriwayatkan bahwa di Haji Wada, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan seratus ekor unta, beliau sembelih 63 ekor, sisanya diperintahkan Ali untuk menyembelihnya. [4]
Jika tidak dapat menyembelihnya, dia dapat mewakilkan kepada orang lain yang dipercaya dan dapat melakukannya dengan baik, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendelegasikannya kepada Ali bin Abi Thalib dalam riwayat di atas.
Namun jika di tidak dapat menyembelihnya sendiri, minimal menghadiri penyembelihannya. Karena menghadirinya termasuk syiar dan menghadirkan perasaan tunduk kepada perintah Allah dengan melakukan syariat berkurban.[5]
4. Memakan daging kurbannya sendiri.
Pekurban disunahkan memakan daging kurbannya sendiri, jika kurbannya adalah kurban sunah.
Berdasarkan firman Allah Taala,
لِّيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۖ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (سورة الحج: 28)
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.
Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Haj: 28)
Adapun jika kurbannya adalah kurban wajib, seperti kurban nazar, maka tidak dibolehkan baginya memakan daging kurban. [6]
Pemateri: Ustaz Abdullah Haidir, Lc
Sumber:
[1]. Al-Mughni, 13/367
Majelis_MANIS, [16/06/2023 13:36]
[2]. Al-Majmu Syarhul Muhazab, 7/69, Nailul Authar, 5/133
[3]. Al-Majmu Syarhul Muhazab, 7/68, Al-Mughni, 362, Al-Fiqhul Islamy Wa Adillatuhu, 3/624
[4]. HR. Muslim (1218)
[5]. Asy-Syarhul Mumti, 7/455
[6]. Al-Majmu Syarhul Muhazab, 7/89