JAKARTA – Anggota DPD RI asal Aceh Fachrul Razi, mendorong kesiapan daerah dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan diberlakukan akhir tahun 2015.
MEA merupakan suatu model integrasi ekonomi di kawasan Asean. Dalam penerapan MEA nantinya, maka Asean akan terbuka untuk perdagangan barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja ( free flow of goods, free flow of services, free flow of investment, free flow of capital, and free flow of skilled labor).
“Kami mendorong secara penuh kesiapan daerah dalam menyambut MEA 2015. Era keterbukaan pasar di Asia Tenggara nantinya akan berdampak secara langsung terhadap daerah,” katanya dalam pernyataan persnya, di Jakarta, Rabu (17/12/2014).
Wakil Ketua Komite I DPD RI yang juga membidangi pemerintahan daerah, menilai bahwa beberapa alternatif perlu dicanangkan dan siapkan daerah dalam menyongsong MEA 2015. Pertama, daerah harus mengangkat produk-produk unggulan dari masing-masing daerah. Kedua, mendorong industrialisasi sektor strategis di daerah seperti sektor pertambangan, sektor pertanian (kehutanan dan perkebunan) dan perikanan. Ketiga, menyiapkan tenaga kerja profesional dan berkualitas dalam skala daerah.
“Saya mencermati, dalam menghadapi MEA 2015 pemerintah daerah perlu menyiapkan yaitu produk-produk unggulan daerah, industrialisasi sektor strategis di daerah seperti pertambangan, perkebunan, pertanian serta perikanan. Di samping itu, SDM profesional dan berkualitas tak kalah penting perlu dipersiapkan,” ujarnya.
Mantan Aktivis mahasiswa UI ini juga menganggap bahwa secara umum tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia dan daerah dalam menghadapi MEA adalah rendahnya daya saing jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang ada di Asean terutama Singapura, Malaysia dan Thailand.
Menurut World Economic Forum (WEF), peringkat daya saing Indonesia pada tahun 2012-2013 masih jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. Bahkan laporan International Management Development (IMD) 2013 menyebutkan bahwa daya saing Indonesia bahkan di bawah Philipina. Agar Indonesia tidak menjadi korban AEC 2015, harus ada upaya untuk mengakselerasi semua kebijakan ekonomi sehingga daya saing ini meningkat secara lebih cepat.
“Daya saing Indonesia bila kita cermati dari laporan WEF sangat memprihatinkan berada dibawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Philipina. Karena itu, percepatan semua kebijakan ekonomi sangat penting untuk menaikkan daya saing kita di regional ASEAN, ” jelasnya.
Lebih lanjut, Fachrul Razi mengatakan, jika industri Indonesia tidak mampu bersaing di tataran Asean maka MEA merupakan suatu musibah (loss of opportunities).
Sebaliknya, jika industri Indonesia mampu bersaing dan eksis di pasar MEA, maka Indonesia akan memperoleh manfaat besar bagi perekonomian. Dimana 40 persen pasar Asean berada di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus dapat melihat dan menyongsong MEA dengan segala peluang dan tantangan serta segera mengambil tindakan nyata dan kebijakan yang berdampak positif bagi Indonesia.
“Bila kita tidak mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN, MEA bisa menjadi musibah bagi kita. Akan tetapi sebaliknya, bila kita mampu bersaing di pasar MEA. Maka MEA akan sangat bermanfaat bagi Bangsa Kita,” pungkasnya.
====
Rambu Jalur Khusus Sepeda Motor Masih Ada di MH Thamrin