ANGKA dispensasi pernikahan anak di Indonesia kian meningkat. Hadiah tahun baru yang mengiris hati ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sekolah, dan keluarga.
Data-data dispensasi pernikahan anak di Indonesia sangat memprihatinkan. Badan Peradilan Agama mencatat sepanjang 2022 sebanyak 50,673 kasus yang telah mengajukan dispensasi pernikahan.
Sedangkan pada awal 2023, 200 anak telah mengajukan dispensasi pernikahan.
Dalam wawancara dengan MetroTV, (15/01/2023), Deputi IV Kemenko PMK Femmy Eka Kartika menyatakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, forum anak, forum genre berupaya bersama mengantisipasi dispensasi nikah.
Yaitu dengan memberi edukasi terhadap para remaja di seluruh Indonesia agar menghindari pergaulan bebas, supaya data dispensasi pernikahan anak bisa turun.
Beberapa provinsi dengan angka pelajar nikah dini tertinggi, yakni di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Salah satu penyebab pernikahan di tiga daerah tersebut tinggi karena orang tua mereka yang rata-rata banyak bekerja menjadi pekerja migran Indonesia di beberapa negara Asia, sehingga adanya kekosongan dalam pengasuhan anak.
Femmy Eka mengimbau, orang tua harus memberikan pendampingan terhadap anak dan memberikan edukasi sedini mungkin tentang hal-hal yang bermanfaat yang bisa diakses oleh anak.
Sementara itu, berita ratusan anak di Ponorogo mengajukan permohonan dispensasi nikah membuat prihatin anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah.
“Angka 191 yang diramaikan itu baru di Ponorogo. Padahal di provinsi dan kota-kota lain pun kita mengalami kasus yang sama,” kata Ledia kepada awak media, (16/01/2023).
Ia merinci sejumlah data yang tak kalah mengejutkan. Di Yogyakarta, untuk tahun 2022 lalu angka permohonan dispensasi nikah mencapai 556 anak.
Lalu di Kota Bandung, sampai September 2022 saja, sudah ada 125 anak yang terdata mengajukan dispensasi pernikahan.
Berdasarkan laporan dari kantor pengadilan agama di berbagai wilayah, angka pengajuan dispensasi nikah anak di Indonesia memang masih tinggi.
Baca Juga: Faedah Pernikahan dengan Hadirnya Anak
Hadiah Tahun Baru, Mirisnya Angka Dispensasi Pernikahan Anak di Indonesia
Sedikit contoh, selama 2022 Kota Samarinda mencatat angka 681 ajuan, Banda Aceh 507 ajuan, Blitar 489 ajuan, kabupaten Bojonegoro 486 ajuan, Majalengka 467 ajuan, Kabupaten Batang 380 ajuan, Pekalongan 292 ajuan, Jepara 240 ajuan, Klaten 206 ajuan, Cianjur 177 ajuan, kabupaten Enrekang Sulsel 98 ajuan, Kolaka Utara Sulteng 52 ajuan, Lombok Tengah 47 ajuan.
Ledia mengingatkan bahwa pernikahan dini punya potensi besar pada muramnya masa depan anak bangsa.
Pernikahan itu, menurut Ledia, selaiknya dipersiapkan dengan sepenuh kematangan, baik kematangan fisik, psikis, emosi termasuk ekonomi.
“Sementara, ajuan dispensasi nikah mereka yang masih di bawah umur ini justru abai terhadap hal tersebut. Maka ancaman meningkatnya angka kemiskinan, perceraian hingga kematian ibu dan bayi membayangi masa depan generasi kita,” jelasnya.
Apalagi, dua alasan yang paling banyak melatarbelakangi pengajuan dispensasi nikah ini adalah hamil di luar nikah dan alasan keterbatasan ekonomi.
“Alasan hamil di luar nikah ini menjadi tamparan keras bagi kita semua karena menabrak norma agama, budaya dan Pancasila yang berketuhanan yang Maha Esa,” katanya.
Artinya, ada persoalan mendasar yang harus diselesaikan, bukan sekadar dengan membahas batas usia pernikahan tapi pada persoalan bagaimana pendidikan agama, pendidikan karakter, pendidikan Pancasila dan penguatan ketahanan keluarga ternyata tidak terimplementasi dengan baik.
Sekretaris Fraksi PKS ini menegaskan bahwa upaya preventif agar angka pernikahan dini ini bisa diminimalisasi harus dikuatkan dan menjadi fokus perhatian bersama antara pemerintah atau pihak eksekutif, legislatif, pendidik, keluarga dan masyarakat umum.
Menurutnya pendidikan agama, pendidikan karakter, pendidikan pancasila harus dikuatkan dan disosialisasikan lebih intens tidak hanya kepada pelajar tapi juga pada guru, orangtua, dan pemuka masyarakat.
“Karena tanggung jawab pendidikan bukan hanya terletak pada pihak sekolah dan pendidik saja,” tambahnya.
Pergaulan bebas yang membuat anak hamil di luar nikah, misalnya, bisa jadi bukan semata karena anak salah gaul tetapi mungkin juga karena orangtua yang abai pada nilai agama atau kurang pengawasan.
“Begitu juga pada masyarakat yang mulai menipis kepedulian pada sekitar sehingga berpikir yang penting bukan keluarga saya, atau pada guru yang sibuk dengan beban tugas mengajar,” ujarnya.
Menurut Ledia, anak yang hamil di luar nikah itu ada progress awalnya. Bukan ujug-ujug. Bukan perkosaan. Tapi dari intensitas pergaulan yang longgar.
“Karenanya, ketika kita ingin angkanya bisa diturunkan, preventifnya yang harus ditingkatkan,” jelas Aleg Dapil Kota Bandung dan Cimahi itu.
Bagaimana anak dididik dengan pemahaman agama yang baik, dengan pendidikan karakter Pancasila, termasuk dengan keteladanan dari orangtua, guru dan orang dewasa di sekitarnya.
Di sisi lain, dari sisi pemerintah, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan karena kurangnya pengetahuan tentang seksualitas pada remaja Indonesia.
“Pendidikan seks di Indonesia sangat lemah karena masih dianggap tabu. Upaya kita untuk melakukan pendidikan seksual secara komprehensif masih menemui banyak tantangan. Hal itu mengakibatkan tingginya permohonan dispensasi nikah tidak hanya terjadi di Jawa Timur saja,” kata Hasto, dikutip dari Antaranews.
Hasto yang juga dokter spesialis kandungan ini menjelaskan pendidikan seksualitas bukan memberikan edukasi bagaimana berhubungan seks tetapi lebih kepada pengenalan alat reproduksi, fungsi, serta bagaimana menjaga dan merawatnya sebagai upaya pencegahan terjadinya berbagai penyakit, baik pada perempuan maupun laki-laki pada masa mendatang.
Untuk itu, melalui Program Generasi Berencana atau Genre, BKKBN mencoba untuk memberikan pendidikan seks melalui generasi sebaya.
GenRe program yang dikembangkan BKKBN dengan kelompok sasaran, yaitu remaja berusia 10-24 tahun tetapi belum menikah, mulai siswa SMP, SMA, hingga mahasiswa dan mahasiswi yang belum menikah.
Tiga masalah remaja yang sedang diselesaikan oleh BKKBN melalui forum GenRe, yakni tingginya pernikahan dini, pergaulan atau seks bebas, dan penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza).
Ia menambahkan, pada perempuan di bawah usia 20 tahun memiliki bentuk serviks atau mulut rahim perempuan yang masih menghadap keluar, sehingga bila tersentuh alat kelamin laki-laki, maka akan rawan dan berpotensi terjadi infeksi Human Papiloma Virus (HPV).
Bila sudah terpapar HPV, maka dalam kurun waktu tujuh hingga 20 tahun ke depan berpotensi terjadi kanker serviks atau kanker mulut rahim.
Kasus tingginya angka dispensasi nikah di kalangan pelajar dengan alasan hamil duluan menjadi pekerjaan rumah dan tantangan bagi keluarga Indonesia.
Kado awal tahun baru ini tentu menjadi pemikiran bagaimana keluarga Indonesia meletakkan pondasi agama kepada anak-anaknya, terutama dalam pendidikan seks.[ind]