ADA dua kisah tentang amal tergantung akhirnya. Kisah Pertama mengisahkan ada seorang muadzin yang sangat rajin adzan dan shalat.
Dia sangat taat beribadah dan sering di masjid.
Suatu hari, dia melihat ke rumah seorang Nasrani yang berada di bawah menara masjid, ternyata dia melihat putri penghuni rumah dan langsung jatuh cinta padanya.
Baca Juga: Antara Ilmu, Iman, dan Amal
Dua Kisah tentang Amal Tergantung Akhirnya
Dia pun meninggalkan adzannya dan turun menuju rumahnya. Wanita tersebut mengatakan, “Apa yang Anda inginkan?”
Muadzin menjawab, “Saya menginginkan dirimu.”
Wanita itu bertanya, “Kenapa begitu?”
Dia menjawab, “Aku telah jatuh cinta padamu.”
Wanita itu berkata, “Saya tidak mau berbuat dosa.”
Muadzin berkata, “Aku akan menikahimu.”
Wanita itu menjawab, “Kamu seorang muslim dan saya seorang Nasrani, ayahku jelas tidak akan merestui.”
Muadzin berkata, “Saya akan beragama Nasrani.”
Akhirnya, dia pun menjadi pemeluk agama Nasrani agar bisa menikahi wanita itu dan tinggal bersamanya, tetapi sebelum menikah dia menaiki loteng rumahnya dan terpeleset lalu meninggal dunia.
Aduhai, sungguh merugi orang tersebut, dia sudah murtad ditambah lagi tidak jadi menikah. Hanya kepada Allah kita memohon husnul khatimah (akhir kematian yang baik). (at-Tadzkirah fi Umuril Akhirah oleh al-Qurthubi hlm. 43).
Kisah Kedua
Dari Abu Sa`id Sa’d bin Malik bin Sinan al-Khudri radhiAllahu`anhu, bahawa Nabi sallAllahu `alaihi wasallam bersabda:
”Pada zaman dahulu ada seseorang yang telah membunuh 99 orang. Kemudian dia mencari-cari orang yang paling`alim di negeri itu maka dia pun ditunjukkan kepada seorang pendeta.
Dia pun lantas datang kepada si pendeta dan menceritakan bahwa dia telah membunuh 99 orang, maka adakah masih boleh diterima taubat.
Lalu pendeta itu mengatakan bahwa taubatnya tidak akan diterima. Lantas orang itu membunuh si pendeta tadi maka genaplah sudah orang yang dibunuhnya sebanyak 100 orang.
Dia mencari-cari lagi orang yang paling`alim di negeri itu maka dia ditunjukkan kepada seseorang yang sangat`alim.
Kemudian dia menceritakan bahwa dia membunuh 100 orang, maka adakah masih boleh diterima taubatnya.
Orang yang sangat`alim itu menjawab, “Ya, masih boleh, siapakah yang dapat menghalangnya untuk bertaubat? Pergilah ke daerah sana kerana penduduk daerah sana itu sama menyembah kepada ALLAH Ta`ala, maka sembahlah ALLAH bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali lagi ke kampung halamanmu kerana perkampunganmu adalah daerah hitam.”
Maka pergilah orang itu. Setelah menempuh jarak kira-kira setengah perjalanan maka matilah dia. Kemudian bertengkarlah Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab.
Malaikat Rahmat berkata, “Dia telah berangkat untuk benar-benar bertaubat dan menyerahkan dirinya dengan sepenuh hati kepada ALLAH Ta`ala.”
Malaikat Azab pula berkata, “Sesungguhnya dia belum berbuat kebaikan sedikit pun.”
Lantas datanglah seorang Malaikat dalam bentuk manusia, maka kedua-dua Malaikat itu menjadikannya sebagai hakim.
Maka, berkatalah Malaikat yang dalam bentuk manusia itu, “Ukurlah olehmu dua daerah itu. Maka kepada daerah yang lebih dekat itulah ketentuan nasibnya.”
Mereka mengukurnya kemudian mereka mendapati daerah yang dituju itulah yang lebih dekat. Maka orang itu diambil nyawanya oleh Malaikat Rahmat. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Makna Kisah
Kebahagiaan dan kesengsaraan manusia diketahui dari amalan di akhir hidupnya di dunia, di dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,”Sesungguhnya amalan itu hanyalah tergantung diakhirnya.” (H.R Al-Bukhari no. 6607).
Pada kedua cerita di atas terjadi perbedaan yang mencolok, cerita yang pertama menceritakan seorang pemuda yang rajin adzan dan sholat di awalnya, namun sungguh memprihatinkan di akhir hidupnya tersesat karena nafsu dunia, sehingga meninggal dalam keadaan murtad. Naudzubillah.
Sedangkan cerita yang kedua, ada seorang yang jahat dan kejam yang suka membunuh orang tanpa hak, bukan hanya satu atau dua orang, tapi membunuh 99 orang di tambah 1 seorang ahli ibadah, sehingga genap 100 orang. Namun orang yang jahat itu punya niat dan tekad untuk taubat, sehingga dengan itu Allah. [Cms]