ChanelMuslim.com – ‘’Kami tidak janji berangkat,’’ kata petugas kapal cepat Mentawai Fast, saat ditanya jadwal keberangkatan dari dari Padang ke Sikakap, Mentawai, Kamis (31/8). Menurut jadwal, kapal cepat ini menjalani rute Muara Padang-Sikakap tiap Jumat. Tapi, keberangkatan juga tergantung kondisi alam di lautan.
Pun kapal fery Ambu Ambu, yang melayani Dermaga Bungus-Sikakap tiap Sabtu. ‘’Nanti saja, kalau kapal memang berangkat,’’ kata petugas loket, saat ditanya kapan bisa pesan tiket untuk keberangkatan 2 September 2017.
Waduh, padahal Tim QUIS (Qurban Istimewa) Daarul Qur’an (Daqu), berniat mengirim qurban ke dusun-dusun di Sikakap, Kab Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Jika tidak ada kepastian jadwal penyeberangan ke Sikakap, bagaimana?
Dan ternyata, Mentawai Fast benar-benar tidak berangkat pada Jumat (1/9). Harapan berikutnya pada Ambu Ambu.
Alhamdulillah, akhirnya pada Sabtu (2/9) sore, Tim QUIS Daqu naik Kapal Ambu Ambu menuju Sikakap. Perjalanan dalam waktu normal sekitar 12-13 jam. Tuut, tuuut, tuuut… tepat pukul 18.00 waktu setempat, peluit Ambu Ambu meraung tanda kapal berangkat.
Dalam rencana kami, setiba di Sikakap sekitar pukul 7 pagi esok hari, masih ada beberapa jam untuk mengunjungi desa-desa seperti Sikakap (13 dusun), Matobe (12 dusun), Taikako (19 dusun), dan Makalok. Membawakan jawi (sapi) qurban kiriman pequrban QUIS Daqu.
Jumlah warga muslim di Sikakap sekitar 21%, sedang di desa-desa lain jauh lebih sedikit. Di Matobe misalnya, keluarga muslim hanya terdapat secara sporadis di beberapa tempat.
Jelang tengah malam, goyangan kapal makin kencang. Kami yang di ruang VIP bagian haluan, terbangun dengan perut mual. Ambu Ambu dibuat tak berdaya oleh hantaman alun ombak lautan yang mengganas. ‘’Kapal tidak jalan ini,’’ ujar seorang anggota polisi air.
Badai laut tak surut hingga lepas subuh. Tak hanya TIM QUIS Daqu, bahkan penumpang kapal yang sudah biasa bolak-balik Padang-Sikakap, juga banyak yang muntah-muntah.
Akhirnya, sekitar pukul 11 waktu setempat, barulah Ambu Ambu merapat di Dermaga Sikakap, di Pulau Pagai Utara-Selatan. Berarti, kami mengarungi lautan tak kurang dari 17 jam lamanya.
Dengan terhuyung-huyung kami keluar dari perut kapal, menjumpai relawan lokal yang sudah menunggu.
‘’Plan A (safari ke desa-desa) gagal, jadi kita jalankan rencana B,’’ kata Tim QUIS Daqu pada para relawan.
Jawi disembelih di Pelabuhan Sikakap, untuk kemudian dibawa ke Dusun Tubeket, Desa Makalok. Desa ini ditempuh dengan pompong (perahu motor kayu) dari Sikakap selama 2 jam perjalanan.
‘’Kami urus jawi ini di Tubeket, nanti dagingnya dibagi-bagi untuk warga muslim maupun non-muslim di Tubeket dan dusun-dusun sebelah,’’ terang Firman Samokop, da’i asli Tubeket, yang menunggu bersama rombongannya sejak pagi di Sikakap.[ah/bowo]