RUMAH tangga seperti bahtera. Adakalanya pelayaran diiringi cuaca cerah dengan gelombang datar. Tapi ada masanya badai besar dengan gelombang tinggi.
Keharmonisan rumah tangga bisa naik dan turun. Yaitu ketika problemnya biasa-biasa saja, rumah tangga begitu harmonis. Tapi ketika datang problem berat, ada guncangan yang bisa mengancam ‘pecah’nya bahtera rumah tangga.
Setidaknya, ada tiga problem rumah tangga yang bisa berakibat fatal. Yaitu:
Satu, Krisis Keuangan.
Meski bukan segalanya, masalah keuangan tidak bisa dianggap sepele untuk perjalanan rumah tangga. Terlebih ketika masalahnya berlarut-larut.
Problem keuangan saat ini memang bisa datang dari mana saja. Bisa dari tempat bekerja yang diombang-ambing krisis global. Bisa juga dari individu sendiri, misalnya sakit yang lama.
Dalam keadaan ini, baiknya suami istri bisa saling menguatkan. Bukan malah saling menyalahkan. Misalnya, saling membantu mencari peluang bisnis rumahan.
Karena itu, jangan tertuju pada ‘ikan’nya. Tapi pada pilihan ‘kail’nya. Artinya, cara usaha seperti apa agar keuangan bisa diatasi. Jadi bukan tertuju pada uang dan pengeluarannya.
Dengan kata lain, solusi yang dikejar adalah bentuk produktifnya. Bukan untuk konsumtifnya.
Kalau ‘kail’nya sudah disepakati, soal modal bisa diusahakan dengan berbagai cara. Termasuk meminjam ke sanak kerabat.
Sekali lagi, jangan mencari pinjaman hanya untuk yang konsumtif. Tapi untuk yang produktif. Istilah lain, mengencangkan ‘ikat pinggang’ alias super hemat.
Dua, Krisis Kepercayaan.
Krisis kepercayaan bukan hanya dihinggapi para pemimpin atau pejabat dengan rakyatnya. Suami istri pun bisa mengalami krisis kepercayaan satu sama lain.
Yaitu, ketika adanya ‘PIL’ atau ‘WIL’. Baik munculnya karena disengaja atau karena ‘datang sendiri’ atau karena keadaan.
Terkadang, sebab yang kedua atau karena keadaan lebih banyak daripada karena disengaja. Mungkin karena suasana kerja, organisasi, lingkungan rumah, atau lainnya.
Untuk menyiasati masalah ini, sumber masalahnya harus ditutup seketika. Yaitu, interaksi dengan ‘PIl’ atau ‘WIL’. Dan tentunya harus ada kesadaran bahwa masalah ini bisa berakibat fatal untuk perjalanan rumah tangga, khususnya anak-anak.
Setelah sumbernya ditutup, satu sama lain harus membangun saling percaya. Yaitu, istri kepada suami dan sebaliknya.
Kalau dirasa butuh pihak luar untuk membantu menangani, tidak ada salahnya untuk segera didatangkan. Bisa dari orang tua, kerabat, atau orang yang ditokohkan.
Tiga, Krisis Hubungan Seksual.
Jangan anggap enteng hubungan seksual suami istri. Karena hal ini bisa menjadi pintu masuk setan untuk memprovokasi tindakan buruk seperti perzinahan, perselingkuhan, dan perceraian.
Silahkan saja masing-masing pihak baik suami atau istri memiliki kesibukan yang luar biasa di luar rumah. Tapi, jadwal untuk yang satu ini harus ditepati dan diprioritaskan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menekankan untuk yang satu ini. Bahkan diistilahkan ‘di atas punggung unta’ pun harus dilakukan jika memang sudah waktunya.
Buat jadwal yang disepakati bersama. Biasanya, jangan kosong lebih dari tiga hari. Karena mungkin di situlah kebutuhan alamiah suami istri.
Ketika ada yang lupa atau menyepelekan, jangan sungkan untuk menegur. Meskipun dengan bahasa isyarat. [Mh]