APA yang terlihat kadang tak sesuai dengan aslinya. Apa yang terlihat, jika diyakini, kadang juga menipu.
Dari jauh gunung terlihat berwarna biru. Begitu harmonis dengan latar warna langit yang tampak seperti gradasi biru dan putihnya awan.
Tapi, cobalah dekati gunung dan temukan faktanya. Ternyata, tak ada warna biru sedikit pun.
Dahulu orang begitu terpesona dengan penampakan bulan. Mungkin sekarang pun masih. Seolah bulan seperti wajah cantik menawan tanpa cacat.
Namun, ketika teknologi menemukan alat melihat bulan lebih dekat, kesan cantik bulan hilang begitu saja. Permukaan bulan ternyata berlubang-lubang. Seperti kulit wajah yang terjejaki jerawat parah.
Itu jika tak ada unsur manipulasi atau tipuan. Bayangkan jika tampilan dimaksudkan untuk manipulasi, tentu akan peluang berhasilnya jauh lebih mudah lagi. Karena secara normal pun tampilan kadang tidak sesuai aslinya.
Para mufasir ada yang menggali makna ‘iqra’ dalam wahyu pertama. Secara bahasa ‘iqra’ itu artinya bacalah. Tapi, apa yang mau dibaca, karena saat wahyu itu turun ruangan gua begitu gelap.
Maknanya, bacalah dengan keadaan di sekitarmu yang tampak dari atas ketinggian bukit ini. Keadaan tentang Mekah. Keadaan tentang orang-orang yang terlihat seperti titik yang bergerak. Keadaan tentang langit di atasnya yang berdiri kokoh dengan hiasan bintang gemintang.
Seolah ‘iqra’ bermakna melihat tidak dengan apa adanya. Tapi dengan bimbingan hidayah ilahiyah. Ada organ lain dari tubuh kita yang jauh lebih tajam melihat, yaitu hati.
Inilah kenapa Allah menyebut orang-orang kafir dengan buta hati. “Sesungguhnya bukan mata (yang di kepalanya) yang buta. Tapi (mata) hatinya yang buta.”
Saat ini kita berada di akhir zaman. Era di mana penuh tipu-tipu. Era yang disebut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan era Dajjal.
Namun, kadang kita menikmati era ‘tipu-tipu’ itu. ‘Tipu-tipu’ dalam skala kecil, mungkin. Ada wajah tidak putih bisa terlihat sangat putih. Ada rambut lurus bisa dikemas menjadi keriting.
Ada ilmu untuk belajar bicara manis dan menawan. Bukan agar orang mudah memahami. Tapi, agar orang memahami sesuai yang dikemaskan.
Ada juga ilmu tentang penampilan. Bukan agar bisa tampil sesuai akhlak yang diajarkan Islam. Tapi, lebih untuk memikat mata yang melihat.
Bahkan saat ini tersedia teknologi olah tampilan melalui media informasi. Ada yang gemuk bisa terlihat begitu langsing ideal. Anda yang kurang mancung jadi tampak seperti face Arab. Anda yang berkulit coklat tua tampak menjadi putih berkilau. Dan hasil olahan itu bisa disebar kemana yang diinginkan.
Jadi, jangan seratus persen mensahihkan apa yang terlihat oleh mata. Cobalah minta fatwa dari hati.
Hati yang jernih akan memberikan sinyal keraguan ketika menangkap hal yang janggal. Meskipun hati ada di dalam. Meskipun hati tak seperti mata yang bisa melihat langsung.
Teknologi modern juga mengajarkan, tak perlu teropong untuk melihat kesibukan aneka pesawat di atas langit. Tak perlu jendela untuk menangkap pemandangan di sekitar kapal selam. Cukup dengan radar.
Itulah fungsi hati kita. Jadikan ia radar untuk melihat sesuatu yang sulit terlihat. Jadikan hati sebagai pemberi fatwa, apakah yang terlihat baik atau sebaliknya. [Mh]