THAWUS al-Yamany adalah salah satu tabi’in yang dikenal dengan keberaniannya meskipun dihadapan penguasa. Keberanian ini menjadi modal penting baginya untuk bersikap sewajarnya dengan seorang yang memiliki kedudukan tinggi di mata manusia.
Dalam kitab Mi`ah Qishshah Wa Qishshah Fi Anis ash-Shalihin Wa Samir al-Muttaqin disusun oleh Muhammad Amin al-Jundy, dikisahkan saat Hisyam bin ‘Abdul Malik datang ke Baitullah, Ka’bah untuk melakukan manasik haji. Ketika masuk ke Masjid al-Haram, dia berkata,
“Tolong hadirkan ke hadapanku salah seorang dari kalangan para shahabat!”
Lalu ada orang yang menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, mereka semua sudah meninggal dunia.”
Lalu dia berkata lagi, “Kalau begitu, dari kalangan tabi’in saja.”
Maka dihadirkanlah Thawus al-Yamany. Tatkala menemui sang Amir, dia mencopot kedua sandalnya di pinggir permadaninya dengan tidak memberi salam terlebih dahulu dan tidak pula memanggilnya dengan julukannya (kun-yah), lantas duduk di sampingnya tanpa izin pula seraya berujar, “Bagaimana kabarmu wahai Hisyam?”
Baca Juga: Kisah Imam Ibnu Taimiyah Melawan Kebijakan Penguasa yang Keliru
Keberanian Thawus al-Yamany Dihadapan Penguasa
Maka meledaklah kemarahan sang Amir sehingga ia hampir saja berkeinginan untuk membunuhnya, namun kemudian ada yang mencegahnya seraya berkata,
“Wahai Amirul Mukminin, engkau saat ini berada di kawasan Haram Allah dan Rasul-Nya (Ka’bah) yang tidak boleh hal itu terjadi.”
Maka Hisyam berkata, “Wahai Thawas, apa yang mendorongmu untuk berbuat seperti itu tadi.?”
“Apa gerangan yang telah aku perbuat,?” balas Thawus.
“Engkau telah mencopot kedua sandalmu di pinggir permadaniku, tidak memberi salam dengan menyapa ‘Wahai Amirul Mukminin,’ tidak memanggilku dengan julukanku lalu duduk di sampingku tanpa izin,” kata Hisyâm
“Adapun kenapa aku mencopot kedua sandalku di pinggir permadanimu, karena aku sudah biasa mencopotnya kala berada di hadapan Allah ta’ala setiap hari, sebanyak lima kali akan tetapi Dia tidak mencela ataupun marah kepadaku.
Adapun ucapanmu ‘engkau tidak memberi salam kepadaku dengan menyapa, wahai Amirul Mukminin’ karena tidak setiap Muslim setuju atas naiknya engkau ke tampuk kekuasaan. Jadi, aku takut kalau menjadi seorang pendusta (dengan menyapamu sebagai Amir semua orang-orang beriman-red.,).
Mengenai perkataanmu ‘engkau tidak memanggilku dengan julukanku’ karena Allah ta’ala juga menamai para Nabi-Nya, lalu memanggil mereka; ‘wahai Daud’ ‘wahai Yahya’ ‘wahai ‘Isa’ bahkan Dia malah menyebut musuh-musuh-Nya dengan julukan dalam firman-Nya, ‘Celakalah tangan Abu Lahab.’
Sedangkan ucapanmu, ‘kamu duduk di sampingku (tanpa izin), maka hal itu karena aku telah mendengar ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, berkata, ‘Bila kamu ingin melihat salah seorang penghuni neraka, maka lihatlah kepada seorang yang duduk sementara orang-orang di sekitarnya berdiri menghormatinya,” jawab Thawus
Kemudian Hisyam berkata, “Kalau begitu, nasehatilah aku.”
Maka Thawus berkata, “Aku mendengar ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, berkata, ‘Sesungguhnya di neraka Jahannam terdapat ular-ular dan kalajengking seperti bagal (peranakan antara kuda dan keledai) yang mematuk setiap Amir (Penguasa) yang tidak berlaku adil terhadap rakyatnya.” [Ln]