ChanelMuslim.com- Tulisan ini sebagai ungkapan solidaritas sekaligus keprihatinan terhadap yang dialami seorang mujahid, dai, guru, dan panutan, Habib Muhammad Rizieq Syihab.
Entah sudah berapa jaring-jaring hukum yang dialamatkan kepada pendiri dan Imam Besar Front Pembela Islam ini. Namun, semua terasa seperti kewajaran sebagai resiko yang dihadapi seorang mujahid.
Tentu, di balik ini semua, Allah swt. telah menyiapkan ganjaran yang tidak diberikan kepada mereka yang kerap bersembunyi di balik selimut etika, pluralitas, jaga citra, dan lain-lain.
Bangsa ini seperti mendapatkan sosok baru yang tampil apa adanya. Tanpa basa basi yang biasanya tak jelas isi yang ingin disampaikan. Tegas mengatakan yang bengkok harus diluruskan, dan memposisikan yang abu-abu menjadi hitam atau putih. Tidak samar dan meragukan.
Umat ini telah begitu lama dininabobokkan dengan toleransi yang kebablasan. Toleransi yang tak jelas dasar pijakannya, baik hukum Islam maupun hukum positif.
Toleransi yang sekian lama menyesatkan umat ini sehingga rela mengorbankan akidah, kemuliaan, dan harga diri sebagai seorang muslim. Setidaknya, fenomena di setiap akhir bulan Desember dan awal Januari, di mana sekian banyak muslimah terpaksa merelakan jilbabnya ditempeli simbol agama lain demi meladeni kerakusan pihak-pihak tertentu.
Sekian lama umat ini tersesatkan dari makna Pancasila yang sebenarnya. Seolah Pancasila seperti agama baru yang harus diutamakan dari agama apa pun. Seolah Pancasila seperti syariat baru yang menihilkan syariat agama mana pun juga.
Padahal, dengan Pancasilalah bangsa ini terjaga untuk tetap berada dalam ajaran agamanya, untuk tetap saling menghormati satu sama lain sesuai dengan tuntunan agama masing-masing. Dan dalam koridor Pancasilalah, bisa dipastikan tak seorang pun dari anak bangsa ini yang tidak beragama.
Habib Rizieq tampil meluruskan makna toleransi yang benar. Ia tampil menegakkan nilai Pancasila yang jauh dari eksploitasi pihak-pihak yang hanya berpikir pada keuntungan materi dan abai dengan karakter bangsa yang sebenarnya.
Habib Rizieq mendobrak paradigma bahwa tidak memilih pemimpin non muslim berarti tidak Pancasilais, tidak menjunjung kebinekaan, tidak toleran, dan sejenisnya. Ia seperti membimbing bangsa ini bahwa memilih pemimpin merupakan bagian dari hak beragama seseorang. Dan hak beragama merupakan bagian dari koridor Pancasila dan kebinekaan bangsa.
Habib Rizieq pun seperti membuka mata para pimpinan bangsa dan negara ini. Bahwa, mengungkapkan rasa, aspirasi, dalam jumlah besar bukan sesuatu yang menakutkan di negeri demokratis. Bukan sesuatu yang harus dicurigai, apalagi dimusuhi.
Dunia pun begitu takjub dengan sejumlah aksi unjuk rasa yang dimotori gerakan baru bangsa ini: damai, tertib, konsisten, jelas, bersih, rapi, dan tidak menakutkan. Suatu pemandangan yang belum pernah ada di negeri mana pun, termasuk di negeri mereka yang mengklaim sebagai negara paling demokratis di dunia.
Guru kami yang mulia…
Kami yakin Anda telah memahamkan kami tentang perjalanan para mujahid sepanjang masa. Sebuah perjalanan yang tidak berada pada jalan rata nan mulus. Sebuah perjalanan yang tidak diiringi semerbak wewangian, pun tiupan angin yang menyejukkan.
Anda pun telah memahamkan kami tentang tingginya nilai pengorbanan. Karena semua pengorbanan akan bernilai tinggi di sisi Allah swt., sebagai ungkapan tulus tanda cinta kepada Pemilik alam dan kehidupan ini.
Guru telah mengajarkan kami tentang hal-hal yang dialami para Nabi dan Rasul, kekasih Allah swt. Hampir tak seorang pun dari mereka yang luput dari hinaan dan fitnah. Padahal, tak seorang pun di bumi ini yang mampu menandingi kemuliaan mereka.
Kami pun paham bahwa seorang Nabi Nuh a.s. pun harus melakoni 950 tahun kehidupannya dalam serangan hinaan dan fitnah. Padahal, beliaulah guru, kakek, sekaligus ayah yang telah bersusah payah mengajak mereka untuk selamat dari kesengsaraan dunia ini.
Kami pun tercerahkan dengan fitnah yang dialami Nabi Yusuf a.s. dalam intrik-intrik kehidupan istana. Seorang Nabi yang rela menebus kebebasannya selama puluhan tahun dalam penjara karena fitnah wanita yang dialamatkan kepadanya.
Wahai Guru kami yang mulia…
Kini, kami menyadari bahwa Anda sedang berhadapan dengan sebuah kezhaliman yang begitu besar. Sebuah kezhaliman yang telah membuat Nabi Musa a.s. tidak punya pilihan lain, kecuali harus menembus samudera lautan ganas.
Tentu, tak seorang pun mufasir yang berani menafsirkan bahwa Nabi Musa a.s. lari dari Firaun karena takut menghadapi kenyataan yang begitu berat. Melainkan, karena sebuah strategi perlawanan lain sesuai dengan kemampuan Nabi Musa dan umatnya saat itu.
Habib Rizieq yang dirahmati Allah…
Tak seorang pun dari kami yang meragukan ketulusan Anda dalam berjuang. Tak satu pun dari kami yang meragukan konsistensi Anda dalam syariat yang Anda bela mati-matian saat ini. Dan, tak seorang pun dari kami yang meragukan cinta Anda kepada bangsa ini.
Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim…
Kuatkan kesabaran kami. Limpahkan rahmatMu yang tak pernah pudar kepada kami. Bimbing kami dalam ridhaMu. Dan satukan kami dalam jalanMu yang lurus ini. Amin. (mh/foto: merahputih.com)