ChanelMuslim.com- Hidup ini punya satu tujuan: ibadah. Kewajiban itu Allah berikan kepada jin dan manusia.
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ya Rasulullah, kenapa ibadahmu seperti ini? Padahal, Allah sudah mengampuni dosamu yang terdahulu dan akan datang.
Aisyah bertanya seperti itu karena sebegitu lama dan banyaknya shalat Nabi hingga kaki beliau bengkak-bengkak.
Nabi menjawab singkat, “Aku hanya ingin mengungkapkan rasa syukurku kepada Allah.”
Itulah latar belakang ibadahnya para nabi. Mereka beribadah karena ingin mengungkapkan rasa syukur. Bukan karena ingin mencari pahala. Bukan pula karena takut hukuman dari Allah.
Tidak seperti kita yang beribadah karena ingin meraih pahala. Atau, karena takut adanya azab Allah yang sangat mengerikan.
Perbedaan latar belakang itu karena paradigma yang juga berbeda. Kita ingin beribadah karena ingin dapat untung dari Allah. Atau, berharap terhindari dari sesuatu yang merugikan.
Sementara para Nabi beribadah didorong rasa cinta, rasa malu. Cinta karena tak ada yang lebih pantas diletakkan cinta dalam hati yang mulia selain kepantasan cinta kepada Yang Maha Sayang. Dan malu karena menyadari begitu banyak nikmat yang terus mengalir dan melimpah.
Jadi, mau dikasih pahala atau tidak; mau akan ada siksa atau tidak; bagi para Nabi, yang utama adalah mereka bisa bersyukur atas nikmat yang sangat luar biasa. Sebuah keutamaan yang tidak Allah berikan kepada yang lain. Sebuah keutamaan karena bisa begitu dekat dengan Yang Maha Segalanya.
Keutamaan itulah yang membuat mereka tidak peduli dengan apa yang mereka terima di dunia. Karena nilai dunia tak akan pernah setetes pun melampaui kenikmatan itu.
Dan sepertinya tidak ada lagi ungkapan syukur yang bisa diungkapkan di dunia ini selain ibadah. Sekiranya ada waktu lebih dari 24 jam, mereka akan menghabiskan semuanya untuk ibadah.
Mereka begitu memahami bahwa kesempatan untuk beribadah hanya ada di dunia ini. Setelahnya tidak ada lagi. Tidak ada ibadah di surga.
Mumpung masih tinggal di dunia, kapan lagi bisa mencurahkan rasa cinta, rasa syukur kepada Allah melalui ibadah. Terlebih lagi waktu dunia begitu sejenak di banding di akhirat kelak.
Rasanya bagi mereka, waktu dunia teramat sayang jika diisi dengan bersantai. Mereka malu jika itu yang dilakukan. Jadi selama masih ada waktu dan tenaga, tak boleh ada momen yang luput untuk ibadah.
Seperti itulah yang kira-kira dirasakan para Nabi dan wali Allah. Tak ada kenikmatan, keindahan, dan kebahagiaan; selain ridha dari Allah. Radhiyallahu ‘anhum wa radhuu ‘anhu. Allah ridha dengan mereka dan mereka pun ridha dengan Allah.
Ah, betapa nikmatnya memiliki ruang hati dan jiwa seperti itu. An ta’budallah ka-annaka taroohu. Beribadah Allah seakan-akan Allah terlihat di hadapan mereka.
Bukan ibadah yang didasari karena sekadar ingin berlepas dari beban kewajiban. Dan kalau sudah terlepas kewajiban itu, rasanya lega sekali. [Mh]