Antara Cinta dan Benci
PARA ilmuwan sepakat manusia tersusun dari berbagai organ fisik. Ia juga terbentuk dari berbagai konten tak kasat mata. Manusia juga tidak terbentuk dari satu konten tunggal yang ia patuhi perintahnya dan ia tidak lakukan larangannya.
Berbagai pendorong yang memotivasi pada keinginan adalah hasil dari berbagai hal yang berbeda di dalam diri manusia.
Yang mungkin sama pada sesuatu objek tetapi juga berbeda pada objek lain. Bahkan mungkin ia berbeda dan sesuai pada satu objek yang sama dan kadar kecenderungan pada objek itu pun berbeda.
Sehingga pada satu individu bercampur antara cinta dan benci, rela dan marah, takut dan aman, antara sempit dan lapang sesuai apa yang didapat dari berbagai pendorong berupa kecenderungan kenyataan.
Sebagian filsuf menyebut seseorang yang memiliki dua hal yang berbeda/bertentangan dalam satu diri sebagai ‘kepribadian ganda’ (split of personality).
Baca Juga: Kadang Kita Marah bukan Karena Benci
Antara Cinta dan Benci
View this post on Instagram
Paragraf di atas saya kutip dari tulisan Syaikh Abdul Aziz Ath-Tharifi “Jiwa dan Akal Dalam Bimbingan Wahyu.”
Mengingatkan pada perilaku manusia yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Katanya cinta, tapi suami melakukan kekerasan fisik dan verbal pada isteri dan anak setiap hari.
Katanya sayang, tapi isteri mencela suami berulang-ulang. Orangtua tak mencari bila anak tak pulang. Katanya hormat orangtua, tapi berdusta di balik pintu. Kontradiktif dalam satu individu.
Sebenarnya manusia dilahirkan (sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dalam keadaan fitrah (cenderung pada kebaikan) (HR Ath-Thabrani).
Tinggal bagaimana orangtua atau lingkungan membentuknya. Apabila ia tumbuh dalam kebaikan, insya Allah kecenderungan pada kebaikan akan tumbuh lebih besar dibandingkan potensi cenderung pada keburukan. Begitu juga sebaliknya.
Ini kaidah umum, kecuali jika Allah berkehendak lain, misalnya ada hormon-hormon tertentu dalam otak yang tidak seimbang hingga men-drive perilaku seseorang yang sulit dikendalikan.
Namun semua ini dalam hikmah Allah subhahu wa ta’ala. Kini ilmu kesehatan semakin berkembang, ada rumpun ‘Ilmu tentang Kesehatan Jiwa”.
Dikatakan oleh Syaikh Ath-Tharifi “Jiwa adalah wadah bagi berbagai keinginan dan hasrat, serta kecenderungan dan respon.”
Catatan Ustazah Wirianingsih dalam akun instagramnya @wiwirianingsih