ChanelMuslim.com – Tantangan pemikiran Islam saat ini kian kompleks, terjadi pergeseran nilai yang cukup menyimpang. Salah satu contohnya keinginan memiliki identitas gender yang berbeda dari jenis kelaminnya.
Tersebar video dari salah satu media online, yang menceritakan perjalanan seseorang perempuan yang merasa dirinya terjebak di dalam tubuh yang salah. Ia dilahirkan dengan jenis kelamin perempuan, tetapi dia merasa bahwa dirinya laki-laki.
Semenjak kecil dia mengaku tidak nyaman dengan dirinya sendiri, semakin dewasa ia semakin mantap untuk berpindah identitas, dari perempuan ke laki-laki. Maka mulailah ia merubah segala penampilannya layaknya laki-laki, dengan segala konsekuensi sosialnya.
Hal ini tentunya dipengaruhi cara berfikir feminis yang merupakan produk budaya barat. Mereka membedakan antara jenis kelamin dan identitas gender. Sehingga, jenis kelamin laki-laki bisa memiliki identitas gender perempuan begitu pula sebaliknya. Dan ini tentu memengaruhi segala peran, tanggung jawab, hak, cara beribadah, dll.
Baca Juga: Wanita dan Gender dalam Islam Karya Leila Ahmed
Menginginkan Identitas Gender yang Berbeda, Intip Surah Al-Baqarah: 216
Dalam Islam, kita tidak membedakan antara jenis kelamin dan identitas gender. Jika ada orang yang mengaku bahwa dirinya lebih nyaman menjadi laki-laki sedangkan ia dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Maka keadaan demikian adalah keadaan yang menyimpang. Sesuatu yang menyimpang harus diluruskan.
Saat ini masyarakat semakin peduli dengan isu kesehatan mental. Orang yang mengalami gangguan psikologis tidak perlu malu untuk berobat. Demikian dengan seseorang yang memiliki kecenderungan seksual yang menyimpang sudah selayaknya melakukan pengobatan. Dan tentunya pengobatan untuk kembali kepada fitrahnya.
Dalam surah Al-Baqarah: 216
وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Meskipun ayat ini turun terkait perintah berperang, tapi bisa kita gunakan untuk contoh kasus lainnya, sebagaimana sabdah Rasulullah kepada Ibnu Abbas:
قال ابن عباس: كنت رِدْفَ النبي ﷺ، فقال: يا ابن عباس ارضَ عن الله بما قدَّرَ، وإن كان خلافَ هواك، فإنه مثبَتٌ في كتاب الله. قلت: يا رسول الله، فأين؟ وقد قرأت القرآن! قال: في قوله:” وعسى أن تكرهوا شيئًا وهو خيرٌ لكم وعسى أن تحبوا شيئًا وهو شر لكم والله يعلم وأنتم لا تعلمون
Ibnu Abbas berkata: Suatu ketika aku mengikut di belakang Nabi Saw, ia bersabdah: “Wahai Ibnu Abbas, ridholah kepada Allah atas apa yang telah ia tetapkan, meskipun itu menyelisihi keinginanmu. Sesungguhnya hal tersebut telah ditetapkan dalam kitabullah.” Maka aku bertanya: “Wahai Rasulullah, yang mana? (ayat yang mana?) padahal aku telah membaca Al-Qur’an!. Rasulullah berjawab: “Yaitu firman-nya “Asaa antakrahu syaian wa huwa khairul lakum wa ‘asaa an tuhibbu syaian wa huwa syarrul lakum, wallahu a’lamu wa antum laa ta’lamuun”
Jika ada seseorang yang tidak menyukai sesuatu, dalam kasus di atas, ia tidak menyukai dan tidak nyaman dirinya menjadi perempuan maka tetaplah itulah yang terbaik bagi dirinya. Karena menjadi perempuan adalah ketentuan Allah.
Contoh lain bisa kita temukan dalam masalah ibadah. Saat berpuasa tidak semua orang menyukainya. Namun Allah telah memerintahkan puasa sebagai wujud ketaatan seorang hamba. Karena didalam puasa terkandung banyak manfaat baik dari segi ukhrawi maupun duniawi.
Pada ayat di atas kalimat تكرهوا (kamu membenci) berasa dari kata karaha dalam Mufradaat al-faadzhul qur’an memiliki makna benci secara tabiat tapi hal tersebut baik secara syariat dan logika.
Secara tabiat mungkin ia benci menjadi perempuan tapi sesungguhnya hal itu baik untuknya dari segi syariat dan logika.
Perasaan untuk berpindah identitas gender ini tentunya bertentangan dengan fitrah manusia. Ketika sesuatu telah menyalahi fitrahnya maka akan timbul kekacauan norma dan tatanan yang ada.
Peraturan, kebiasaan, penilaian, dan perlakuan yang di dalamnya terdapat perbedaan dan pembedaan laki-laki dan perempuan akan dikaji ulang. Dan ini tentu akan menimbulkan benturan-benturan yang tidak diinginkan.
Oleh karena itu, meskipun seseorang tidak suka takdir yang ditetapkan pada dirinya tetapi jika Allah telah ‘mengetuk palu’ maka sesungguhnya itulah yang terbaik baginya. [Ln]