ChanelMuslim.com – Betapa doa merupakan senjata ampuh hamba Allah yang beriman saat mereka diuji Allah. Termasuk dengan Nabi Ayyub‘alaihissalam, saat diuji Allah.
Do’a Nabi Ayyub
”
رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Nabi Ayyub diuji penyakit yang menimpa badannya, yaitu judzam (kusta atau lepra). Yang selamat pada dirinya hanyalah hati dan lisan yang beliau gunakan untuk banyak berdzikir pada ALLAH sehingga dirinya terus terjaga.
Diceritakan Nabi Ayyub ‘alaihissalam, Nabi yang Allah muliakan kedudukannya karena kesabarannya lagi mengharap pahala atas musibah yang menimpanya. Cobaan besar yang menimpa badannya, keluarganya, dan hartanya, hingga apa yang menimpa dirinya dijadikan permisalan untuk semua jenis cobaan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Dan Ayyub ketika dia berseru kepada Rabbnya, sungguh aku ditimpa mudharat dan Engkau Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Al-Anbiya` : 83)
Dalam penuturan tersebut, terdapat pujian agung kepada hamba Allah dan rasul-Nya, Ayyub ‘alaihissalam, ketinggian kedudukannya ketika diuji Allah dengan cobaan berat, namun Dia mendapatinya bersabar lagi mengharap pahala. Beliau tawasul kepada Allah dengan mengabarkan keadaan dirinya, bahwa mudharat telah mencapai tingkat sangat tinggi dan dengan rahmat-Nya yang luas, dia pun menyeru Rabbnya, “Sungguh aku ditimpa mudharat dan Engkau Maha Penyayang di antara para penyayang.”.
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab al-Fawa`id berkata, “Beliau -yakni Ayyub ‘alaihissalam– telah mengumpulkan dalam doa ini antara hakikat tauhid dan menampakkan kefakiran serta kebutuhan kepada Rabbnya, dengan adanya kecintaan yang besar padanya, pengakuan untuknya tentang sifat pengasih dan Dia Maha Pengasih di antara para pengasih, serta bertawasul kepada-Nya dengan sifat-sifat-Nya, besar kebutuhannya, dan kefakirannya. Kapan orang ditimpa cobaan mendapatkan hal ini niscaya disingkap darinya cobaannya.” (Fiqih Doa dan Dzikir jilid 2, hlm. 481)
Kemudian, Allah mengabulkan doanya. Allah Ta’ala berfirman,
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ ۖ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَىٰ لِلْعَابِدِينَ
“Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang beribadah.” (QS. Al-Anbiya` : 84)
Kemudian Allah Ta’ala menjelaskan cara penyingkapan mudharat dari Nabi Ayyub ‘alaihissalam, Dia memerintahkannya menghentakkan kakinya, sebagaimana firman-Nya,
ارْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖ هَٰذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ
“Hentakkanlah kakimu, ini tempat mandi yang sejuk dan minuman.” (QS. Shad : 42)
Berkaitan dengan maksud ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab al-Bidayah wannihayah berkata, “Yakni pukullah tanah dengan kakimu, maka beliau melaksanakan apa yang diperintahkan padanya sehingga Allah memancarkan baginya mata air yang sejuk, dan diperintah untuk mandi dan minum darinya. Seketika itu, Allah menghilangkan darinya apa yang menimpanya dari kepedihan, gangguan, penyakit, dan sakit yang ada di badannya, baik lahir maupun batin. Lalu Allah menggantikannya sesudah semua itu dengan kesehatan lahir batin, keindahan sempurna, dan harta yang banyak. Hingga dicurahkan untuknya berupa harta bagaikan curahan hujan besar hingga belalang dari emas.
Allah pun menggantikan untuknya keluarganya. Sebagaimana firman-Nya, ‘Dan Kami memberinya keluarga dan yang sepertinya bersama mereka.’ Sebagian berkata, ‘Allah menghidupkan kembali anak-anaknya.’ Sebagian lagi berkata, ‘Allah memberinya pahala atas kematian anak-anaknya yang terdahulu, lalu menggantikan mereka untuknya di dunia dan dikumpulkan keuarganya seluruhnya di akhirat. Adapun lafadz, ‘Sebagai rahmat dari sisi Kami,’ yakni Kami angkat kesulitan darinya,’ Maka Kami singkap apa yang menimpanya dari mudharat,’ sebagai rahmat dari Kami terhadapnya dan kasih sayang serta kebaikan, ‘Dan peringatan bagi orang-orang beribadah,’ yakni peringatan bagi siapa yang diuji pada badannya atau hartanya atau anaknya, maka baginya teladan pada nabi Allah, Ayyub ‘alaihissalam, dimana Allah mengujinya dengan apa yang lebih besar daripada itu, namun beliau bersabar dan mengharapkan pahala hingga Allah memberi kelapangan baginya.”
Lihatlah, bagaimana iman itu menghujam kuat dalam hati Nabi Ayyub ‘alaihissalam. Iman yang meringankan musibah berat yang menerpa. Iman yang senantiasa tumbuh berbalut ilmu tentang Rabbnya Yang Maha Penyayang. Iman yang terus terpupuk hingga didatangkan kebahagiaan sebagai balasan atas kesabaran. Bagaimana dengan kita? Bagaimana kesabaran kita dibanding kesabaran Nabi Ayyub ‘alaihissalam? Bagaimana beratnya cobaan kita dengan cobaan Nabi Ayyub ‘alaihissalam? Jauh dan sangatlah jauh, karena cobaan beliau lebih keras dan semata-mata dengan taufik dari Allah, beliau mampu melewatinya. Beliau jadikan Rabbnya sebagai satu-satunya tempat bersandar dari segala kelemahan dan ketidakberdayaannya. Beliau bersegera menuju kebaikan-kebaikan dan mengembalikan seluruh urusan kepada Rabbnya.
Beliau berdoa dengan mengiba dan penuh harap tatkala ditimpakan cobaan. Maka ingatlah bahwa seorang mukmin akan senantiasa mendapati cobaan di dunia ini.
Disebutkan dalam sebuah hadits dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai rasulullah, manusia mana yang lebih keras cobaannya?’ Beliau bersabda,
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاص رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ , أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً ؟ قَالَ : الأَنْبِيَاءُ , ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ , فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ , فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاؤُهُ , وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ , فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ . صَحَّحَهُ الأَلْبَانِي فِي السِّلْسِلَةِ الصَّحِيْحَةِ
“Para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang lebih utama, lalu yang lebih rendah darinya. Seseorang diuji sesuai agamanya. Jika pada agamanya ada kekokohan maka ditambahkan pada cobaannya, dan jika pada agamanya ada kelemahan maka diringankan darinya, dan cobaan senantiasa menimpa seorang hamba hingga dia berjalan di muka bumi dan tidak ada atasnya kesalahan. “ (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah
Sesungguhnya kebutuhan seorang mukmin terhadap doa sangat besar dalam setiap urusannya. Oleh karena itu, jangan engkau menjadi manusia yang lemah karena tak mampu berdoa. Jangan engkau menjadi manusia yang takabur karena enggan berdoa. Jangan membuat Dia marah karena engkau tak mau berdoa. Padahal Rabbmu Yang Maha Lembut lagi Maha Pengasih telah berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Rabbmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku niscaya aku akan mengabulkan untukmu. Sesungguhnya mereka yang takabur dari beribadah kepadaku, niscaya mereka akan masuk jahannam dalam keadaan terhina.’” (QS. Ghafir : 60)
Demikian hikmah yang dapat kami sampaikan. Semoga Allah Ta’ala mengaruniakan taufik-Nya kepada kita untuk meneladani keluhuran akhlak para nabi. Semoga bermanfaat.
Sumber: muslimah.or.id. [jwt]