BERIKUT perbedaan Haji Furoda, Haji Khusus dan Haji Reguler yang dirangkum dari berbagai sumber.
Haji Reguler merupakan program resmi dari pemerintah Indonesia dan sepenuhnya diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag). Kuotanya terbatas dan ditetapkan setiap tahun oleh Pemerintah Arab Saudi untuk dibagi ke seluruh provinsi.
Haji Khusus (ONH Plus) juga menggunakan kuota resmi pemerintah, namun dikelola oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang telah mendapat izin dari Kemenag.
Begitu pula Haji Furoda atau Haji Mujamalah yang menggunakan kuota undangan langsung dari Pemerintah Arab Saudi.
Baca juga: Pengecekan Asrama Haji 2025 Dilakukan oleh Irjen Kemenag
Perbedaan Haji Furoda, Haji Khusus dan Haji Reguler
Meskipun berbeda jalur kuota, Haji Furoda tetap harus diselenggarakan oleh PIHK resmi yang terdaftar dan diawasi oleh Kemenag. Travel atau yayasan yang tidak memiliki izin tidak diperbolehkan menyelenggarakan Haji Furoda.
Salah satu tantangan utama dalam program Haji Reguler adalah lamanya waktu tunggu. Di beberapa daerah, calon jemaah harus menunggu hingga belasan bahkan puluhan tahun setelah mendaftar, karena tingginya jumlah pendaftar dan terbatasnya kuota.
Berbeda dengan Haji Reguler, waktu tunggu untuk Haji Khusus jauh lebih singkat. Rata-rata jemaah hanya perlu menunggu 5 hingga 9 tahun, tergantung pada pengelolaan kuota oleh PIHK.
Sementara itu, Haji Furoda menawarkan keunggulan utama berupa keberangkatan tanpa antrean. Calon jemaah yang mendaftar dalam program ini bisa langsung berangkat di tahun yang sama, asalkan semua persyaratan administrasi telah dipenuhi.
Dari segi biaya, Haji Reguler merupakan program yang paling terjangkau karena mendapat subsidi dari pemerintah. Inilah mengapa program ini menjadi pilihan mayoritas masyarakat.
Di sisi lain, Haji Khusus membutuhkan biaya yang lebih besar karena menawarkan fasilitas yang lebih baik dan waktu tunggu yang lebih singkat.
Sementara itu, Haji Furoda memiliki biaya yang paling tinggi di antara ketiga jenis program. Biaya tinggi tersebut sebanding dengan proses keberangkatan tanpa antrean serta layanan premium yang ditawarkan.
Jemaah haji reguler pada tahun 2025 perlu membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sekitar Rp 46,9 juta hingga Rp 60,9 juta, tergantung pada embarkasi yang ditentukan.
Sementara itu, untuk Haji Khusus 2025, total biayanya diperkirakan sekitar USD 8.000 (setara Rp 129.847.200), sedangkan biaya Haji Furoda berkisar antara USD 16.500 (sekitar Rp 277.827.000) hingga USD 25.000 (atau Rp 420.950.000).
Dengan catatan bahwa besaran biaya tersebut dapat mengalami perubahan, tergantung pada kebijakan penyelenggara dan pergerakan nilai tukar mata uang.
Fasilitas dalam program Haji Reguler disesuaikan dengan standar pemerintah, termasuk akomodasi, konsumsi, dan transportasi. Biasanya, hotel yang disediakan untuk jemaah reguler berjarak cukup jauh dari Masjidil Haram atau Masjid Nabawi.
Untuk Haji Khusus, fasilitas yang diberikan lebih nyaman dan eksklusif. Hotel yang digunakan umumnya lebih dekat dengan lokasi ibadah, dan layanan makan serta transportasi lebih baik.
Sementara itu, Haji Furoda menawarkan layanan paling premium. Mulai dari hotel bintang lima yang sangat dekat dengan tempat ibadah, hingga layanan pribadi yang membuat ibadah lebih nyaman dan tenang.
Pendaftaran Haji Reguler dilakukan melalui Kementerian Agama (Kemenag) dengan prosedur yang telah ditetapkan, di mana calon jemaah harus melalui tahapan pendaftaran, verifikasi, pelunasan biaya, dan pembagian kloter keberangkatan.
Haji Khusus juga mengikuti alur administratif resmi, namun dikelola oleh PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) yang telah mendapat izin dari Kemenag.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Proses pendaftaran, pelunasan, dan bimbingan manasik dilakukan melalui travel haji PIHK, dan tetap diawasi oleh Kemenag. PIHK wajib melaporkan jumlah jemaah yang diberangkatkan agar sesuai ketentuan dan kuota.
Haji Furoda memiliki proses yang sedikit berbeda. Meskipun tidak menggunakan kuota nasional dan tidak melalui sistem antrean, jemaah tetap harus melalui PIHK resmi. PIHK inilah yang mengurus visa mujamalah dari Pemerintah Arab Saudi dan melaporkan data jemaah ke Kemenag.
Tanpa pelaporan ini, izin PIHK bisa dicabut. Meski jalurnya berbeda, pelaksanaan Haji Furoda tetap berada dalam pengawasan Kemenag dan tunduk pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2019. [Din]