BAGAIMANA sikap seorang Muslim terhadap politik uang? Penjelasan Ustaz Farid Nu’man Hasan berikut bisa membuat kita berhati-hati apabila nantinya memang ada politik uang.
Biasanya, menjelaskan bahwa menjelang hari H pencoblosan, biasanya ramai orang-orang tidak bertanggung jawab menyebarkan uang, sembako, dan lain-lain, ke rumah-rumah masyarakat dalam rangka “menyuap” mereka agar memilih jagoannya.
Tentu mereka tidak sendiri, ada penyandang dana dan eksekutor lapangan.
Ada yang menyikapi, “Biarlah, terima aja tapi jangan pilih orangnya.” Ini tentu salah dan tidak mendidik. Jika memang berniat memberikan pendidikan politik yang bermartabat seharusnya “tolak uangnya dan tolak orangnya/partainya.”
Baca Juga: Islam Wasathiyah Perlu Dijadikan Motor dalam Perjuangan Politik Kita
Sikap Seorang Muslim terhadap Politik Uang
Jika memang diketahui itu adalah risywah/sogok (baik diistilahkan serangan fajar, money politic, dll), maka sikap menerimanya sama juga membenarkan operasi keharaman.
Sikap seorang muslim seharusnya adalah inkarul munkar (mengingkari kemungkaran), bukan justru menerimanya dan memfasilitasi orang berbuat munkar.
Hendaknya aktivis Islam jangan terjebak ikut-ikutan cara yang kotor hanya karena untuk meraih kemenangan. Mirip adagium sebagian pesepakbola, “Biarlah kartu kuning dan kartu merah banyak, yang penting gol!”
Ini tidak pantas dan terlarang. Hal ini berdasarkan pada ayat:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَان
Dan janganlah saling tolong dalam dosa dan pelanggaran. (Qs. Al Maidah: 2)
Disebutkan dalam Al Mu’jam Al Wasith tentang makna Risywah:
ما يعطى لقضاء مصلحة أو ما يعطى لإحقاق باطل أو إبطال حق
“Sesuatu yang diberikan agar tujuannya terpenuhi, atau sesuatu yang diberikan untuk membenarkan yang batil, atau membatilkan yang haq.” (Al Mu’jam Al Wasith, 1/348. Dar Ad Da’wah)
Jadi, segala macam pemberian dalam rangka menggoyang independensi seseorang dalam bersikap dan mengambil keputusan, itulah risywah, walau si pemberinya tidak menyebutnya. Akhirnya, pemberian itu (uang atau barang) menjadi penggerak sikapnya bukan karena kebenaran itu sendiri. Yang menerima jadi tidak enak hati sehingga yang layak menjadi tersingkir, yang buruk justru terpilih. Haq menjadi batil, batil pun menjadi haq.
Ditambah lagi, Allah dan Rasul-Nya melaknat penyuap dan yang disuap. Sebagaimana hadits:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaknat penyuap dan yang disuap.
(HR. Abu Daud No. 3109, dari Abdullah bin Amr. At Tirmidzi No. 1256, dari Abu Hurairah. Shahih)
Juga hadits:
قالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Allah melaknat penyuap dan yang disuap.
(HR. Ibnu Majah No. 2304, Shahih)
Kondisi masyarakat yang masih “memilih yang bayar” bukan “memilih yang benar” bukan alasan untuk ikut-ikutan menggunakan politik uang. Jika itu dilakukan oleh politisi busuk dan hitam, maka politisi muslim tidak layak mengikutinya.
Wallahul Musta’an.
[ind/Cms]BAGAIMANA sikap seorang Muslim terhadap politik uang? Penjelasan Ustaz Farid Nu’man Hasan berikut bisa membuat kita berhati-hati