SUAMI itu punya tanggung jawab besar dalam keluarga. Ia kepala keluarga, teman sejati istri, guru anak-anak, dan aktivis di lingkungan rumah.
Pernikahan itu bukan sekadar halalnya pemenuhuhan hubungan biologis. Tapi keberanian memikul tanggung jawab. Termasuk memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Masing-masing kalian itu pemimpin. Dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpimnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Termasuk di antaranya kepemimpinan kepala keluarga. Yaitu, sebagai suami, ayah, dan anggota masyarakat.
Menariknya, Nabi memilih kata ra’in yang artinya penggembala. Ilustrasinya seperti seorang penggembala yang memimpin perjalanan hidup gembalaannya.
Seorang penggembala itu kadang sebagai simbol arah tujuan. Ia kadang juga sebagai penanggung jawab kesejahteraan gembalaannya. Ia juga sebagai pelindung yang mengawasi keamanan dan kesehatan gembalaannya.
Ketika hal itu diterapkan dalam dunia suami, maka bisa dikatakan bahwa menjadi suami dalam Islam itu bukan sekadar pemimpin keluarga. Tapi, suami yang serba bisa.
Dengan kata lain, suami serba bisa itu bukan sosok suami yang siap dilayani. Tapi suami yang siap melayani. Karena itulah makna dari kata ra’in atau penggembala yang siap melayani.
Sebagai kepala keluarga, ia harus memiliki visi mau seperti apa wajah keluarganya nanti. Apakah keluarga yang sekadar bisa bertahan hidup, keluarga yang kaya, atau yang seperti apa.
Sejak awal, Al-Qur’an mengajarkan seorang calon suami untuk memiliki visi imamiah atau kepemimpinan untuk lingkungannya.
Hal tersebut diajarkan dalam Surah Al-Furqan ayat 74, “Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Jadi visi lompatan kepemimpinannya bukan lagi domestik atau lokal. Tapi global atau ke seluruh kalangan. Tentu setelah sukses sebagai pemimpin domestik yaitu keluarga.
Kadang suami sebagai komando pengambil keputusan arah keluarga, kadang sebagai kekasih sejati untuk istri, sebagai guru bijaksana untuk anak-anak, dan aktivis untuk lingkungannya.
Dalam artian teknis, suami serba bisa itu berani menghadapi masalah, menerima keadaan istri dengan penuh ridha dan cinta, lincah mencari rezeki, sabar membina anak-anak, dan tidak pernah absen dalam urusan lingkungan rumah.
Tentu tipe suami seperti ini bukan sosok yang suka teriak-teriak ke istri kalau anaknya pipis atau nangis. Padahal, ia sendiri tidak sedang sibuk kecuali hanya menonton televisi.
Tentu juga bukan tipe suami yang hanya ingin baju dan celananya bersih dan rapi seperti ini dan itu. Sementara ia sendiri tak bisa mencuci dan nyetrika baju sendiri.
Tentu juga bukan tipe suami yang hanya ingin makanan dan minuman yang enak tersedia di depan meja. Sementara dia sendiri tak pernah ke dapur kecuali untuk mencicipi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan aku yang terbaik untuk keluargaku.” (HR. Tirmidzi) [Mh]