ChanelMuslim.com- Manusia itu tempat salah dan khilaf. Siapa pun, akan bisa melakukan kesalahan besar. Saat itulah, memaafkan menjadi pengorbanan besar.
Suami istri adalah pasangan dua manusia. Ada sisi di mana terdapat prestasi yang bisa membahagiakan. Tapi ada kalanya, muncul kesalahan besar yang bisa sangat mengecewakan.
Kesalahan besar bisa datang dari dua pihak: suami atau istri. Meski tidak pernah direncanakan, kesalahan besar bisa datang dalam bentuk apa saja. Dan “pukulannya” bisa membuat pasangan terhuyung dan jatuh pingsan.
Sebagai contoh, ada suami yang terpedaya dengan teman baiknya. Tentunya sang teman bukan wanita. Ia terpedaya karena dengan “tulus”nya menyerahkan semua tabungan dan aset berharga keluarga demi ingin membantu sang teman yang kesusahan. Padahal, aset itu satu-satunya tabungan dan harta untuk sekolah anak-anaknya.
Penyerahan aset ke teman itu terjadi begitu saja. Tanpa surat dan bukti. Karena sang suami sudah mengenal temannya itu seperti saudaranya sendiri. Aset itu sedianya dipinjamkan sementara karena kebutuhan bisnis mendadak. Diperkirakan, tidak sampai satu bulan akan balik lagi seperti semula.
Sayangnya, teman sang suami ini sebenarnya sedang kena tipu. Jangankan balik satu bulan, aroma aset itu saja sudah lenyap entah kemana. Dan tidak ada jaminan apa pun.
Sang teman pasrah. Ia tidak bisa memberikan apa pun untuk dikembalikan. Walaupun sekadar janji dan harapan kapan aset itu bisa dikembalikan.
Padahal aset itu merupakan buah dari jerih payah suami istri itu untuk biaya masa depan keluarga mereka. Aset yang mereka kumpulkan puluhan tahun lenyap begitu saja. Inilah kesalahan fatal pihak suami yang membuat istri pusing tujuh keliling.
Contoh lain datang dari istri. Sepasang suami istri baru tinggal di sebuah perkampungan. Persis di belakang rumahnya terdapat kolam penampungan: untuk air hujan, limbah air rumah, dan lainnya. Kalau musim hujan, dalam kolam itu bisa satu meter. Meski sudah dipagar ala kadarnya, tapi masih cukup berbahaya untuk anak balita.
Ketika suami bekerja, istrilah yang menjaga buah hati semata wayang mereka agar tetap aman di rumah. Siang itu, istri lupa mengunci pintu belakang rumah. Ia tertidur justru di saat puteri ciliknya itu sedang aktif mencari-cari hal baru di belakang rumah.
Musibah besar itu akhirnya datang. Puterinya ditemukan sudah tewas terapung di kolam belakang rumah.
Kesalahan Besar Itu Musibah yang Tak Direncanakan
Masih banyak jenis kesalahan lain yang berbeda dengan contoh di atas. Tapi, semuanya sama: berdampak fatal dan sulit dimaafkan.
Beberapa langkah berikut ini boleh jadi bisa meluruskan masalah yang terjadi. Karena perlakuan untuk sebuah masalah, terlebih lagi besar, adalah solusi bukan penyesalan.
Pertama, jangan terus bebankan kesalahan di satu pihak saja: suami atau istri. Musibah bisa datang dari sisi mana pun. Dan hal itu dimaksudkan sebagai ujian bersama, baik suami maupun istri.
Karena itu, pihak yang secara kebetulan terkena dampak awal jangan diposisikan sebagai pelaku. Tapi juga sebagai korban dari musibah bersama. Tanpa disalahkan pun, pihak yang terkena dampak awal itu sudah menjadi yang paling bersalah. Karena itu, menyalah-nyalahkannya hanya akan menjadikannya kian terpuruk dalam pukulan mental yang tak berujung.
Yang harus dilakukan adalah menarik beban merasa bersalah itu ke posisi tengah, tidak lagi di satu sisi saja. Terus alirkan energi kebersamaan agar beban bersalah menjadi milik bersama. Karena siapa pun yang dianggap bersalah, tidak akan pernah secara sadar melakukannya untuk sebuah kesalahan. Sekali lagi, itu musibah yang bisa datang dari mana pun dan dalam bentuk apa pun.
Kedua, lakukan yang bisa dilakukan serta tawakal terhadap hal yang tidak bisa dilakukan. Untuk mengembalikan sesuatu yang hilang, tentu bisa dilakukan dengan dua hal: ikhtiar dan doa.
Ikhtiar adalah upaya manusiawi agar musibah bisa diminimalisir kerugiannya. Tapi jika memang tidak mungkin, diserahkan kepada Yang Maha Segalanya melalui doa dan tawakal. Karena menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak mungkin atau di luar kemampuan hanya akan menguras energi untuk hal yang sia-sia.
Ketiga, lupakan yang telah hilang, kembali kerja keras untuk dapat yang baru. Ada prinsip dalam hal ini. Seberat apa pun ikhtiar untuk mencari pengganti yang baru jauh lebih bermanfaat daripada terkungkung dalam penyesalan terhadap sesuatu yang lewat.
Musibah bisa datang dari mana pun. Kalau tidak datang dari suami, ya mungkin dari sisi istri. Begitu pun sebaliknya. Dan itulah ujian hidup yang harus dipikul bersama. Bukan kesalahan, apalagi kesialan satu pihak saja.
Selamat datang di bahtera rumah tangga. Ada kalanya ombak nyaman membuai. Tapi tidak jarang, gelombang besar datang di luar dugaan. Saling berpeganglah, dan saling menguatkan. Bukan saling melemahkan. (Mh)