ChanelMuslim.com- ChanelMuslim.com- Suami istri itu manusia. Keduanya tidak punya antena yang bisa disetel satu frekuensi. Jadi, wajar saja jika suami istri mengalami beda sinyal.
Kalau mau melihat dua manusia dalam satu hati, lihatlah suami istri yang selalu harmonis. Seolah keduanya berada dalam satu ide, satu rasa, satu langkah, dan satu selera.
Namun, tidak semua yang terikat itu menyatu seperti di atas. Banyak sebab hal itu bisa terjadi. Mungkin karena ikatannya yang perlu dikencangkan. Mungkin juga karena keduanya sama-sama manusia yang kadang “dinamis”, atau berpotensi berubah tergantung lingkungan.
Sejauh mana beda sinyal itu bisa terjadi? Sejauh dinamika lingkungankah, sejauh karena orangnyakah, atau sebab lain.
Boleh Jadi, Ada Pukulan Badai yang Tak Tertahankan
Dunia rumah tangga tidak kedap keadaan. Ada saat di mana krisis, konflik, dan aneka “badai” menghantam sebuah rumah tangga.
Contoh, datangnya krisis ekonomi berdampak pemutusan hubungan kerja. Suami atau istri kena PHK. Jika hal ini terjadi berbulan-bulan, apalagi tahun, goncangan rumah tangga tak lagi terhindarkan.
Goncangan diawali dari hal sederhana, seperti anjloknya pemasukan keluarga. Penyesuaian-penyesuaian belanja pun terjadi. Dan hal itu juga berpengaruh pada pola hidup suami istri.
Kalau keduanya realistis, tahan banting, dan kerja keras, maka perbaikan keadaan tidak berlangsung lama. Tapi jika sebaliknya, keadaan akan tambah buruk.
Jadi, beda sinyal suami istri terjadi karena kemampuan adaptasi masing-masing pihak terhadap pukulan badai itu berbeda. Terutama dalam pukulan badai yang berat.
Latar belakang dan espektasi ideal masing-masing pihak sangat berpengaruh terhadap kemampuan adaptasi itu. Jika yang berlatar dari keluarga pekerja keras, biasa hidup prihatin; mungkin adaptasi dan recoveri akan berjalan cepat.
Sementara individu yang jarang tersentuh kehidupan yang prihatin dan keras akan begitu ringkih dengan badai ini. Meskipun keadaan mental dan spiritual yang baik juga menjadi faktor lain yang menguatkan. Seperti, terbiasa dengan zikir, ikhlas, sabar, banyak ibadah, dan lainnya.
Yang harus dipahami suami istri adalah pukulan badai ini merupakan keniscayaan. Artinya, hanya soal waktu kapan badai ini datang. Rumusnya, setiap rumah tangga pasti punya badainya sendiri. Hal ini mengikuti rumus hidup yang identik dengan cobaan dan ujian.
Jadi, jangan sekali-kali menganggap bahwa berumah tangga itu sebagai pelarian dari masalah. Seperti anggapan, kalau ada pasangan, mungkin ada yang akan bantu cari solusi, dan lainnya. Sebaliknya, yang harus ditanamkan adalah berumah tangga artinya siap menghadapi aneka masalah baru.
Semakin besar pukulan badai, semestinya semakin kuat ikatan hati. Karena beban jika dipikul bersama dengan kerelaan dan kesigapan bersama akan terasa lebih ringan. Meskipun beban itu berupa badai. [Mh/bersambung]