ChanelMuslim.com – Tafsir surah Ash-Shaf: 3 ini akan dibahas berkaitan dengan fenomena dakwah di media sosial saat ini yang banyak menuai kritik.
Beberapa orang menjadikan media sosial sebagai medan dakwah, sehingga isi atau konten akun media sosialnya penuh dengan nasihat-nasihat hingga penjelasan syariat. Hal ini menjadi acungan jempol untuk perkembangan dakwah dan kemudahan berdakwah itu sendiri.
Namun, dari banyak pengguna media sosial yang memanfaatkan media sosialnya untuk konten dakwah, tak sedikit penggunanya para pelaku kejahatan dunia maya. Mereka banyak menjerat para wanita dengan mengirimkan foto atau perkataan tidak senonoh.
Sehingga, tidak sedikit yang beranggapan bahwa pemiliki akun dakwah tidak selalu mencerminkan Islam itu sendiri. Mereka (para korban) kemudian trauma tidak lagi mempercayai akun-akun dakwah tersebut.
Hingga muncul statement “Lebih baik bertemu dengan seseorang yang tidak menampakkan keislamannya daripada mereka yang selalu menggunakan simbol-simbol Islam namun pada kenyataannya adalah pelaku kejahatan.”
Baca Juga: Tafsir Surat ath-Thariq Tanda Kekuasaan Allah
Kerjakan Apa yang Kamu Katakan (Tafsir Ash-Shaf: 3)
Untuk menjawab ungkapan seperti ini, maka perlu kita mendudukan terlebih dahulu apakah pelabelan Islam pada seseorang yang melakukan kemaksiatan adalah tepat?” “Apakah para pelaku kejahatan tersebut meskipun secara lisan atau panampilan baik, mencerminkan Islam itu sendiri.”
Dalam surah As-Saff ayat 2 dan 3 Allah berfirman:
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٢ كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٣
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan.(2) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (3)
Dalam tafsir Al-Mawardi ayat ini memiliki tiga pendapat mengenai sebab turunnya ayat ini:
1. Sesungguhnya ayat ini turun pada suatu kaum yang berkata: “Seandainya kami mengetahui amalan yang paling disukai oleh Allah Ta’ala, niscaya kami akan menyegerakannya. Maka ketika turun kewajiban berjihad, mereka merasa keberatan.”
2. Sesungguhnya ayat ini turun pada suatu kaum. Seorang laki-laki dari kaum tersebut berkata: “Aku telah berperang padahal aku tidak melakukannya, dan aku telah menikam padahal aku tidak menikam, aku telah memukul, padahal aku tidak memukul. Aku telah bersabar padahal aku tidak bersabar.”
3. Sesungguhnya ayat ini turun kepada orang- orang munafik, mereka berkata kepada Nabi Saw. dan kepada para Sahabat Nabi: “Jika kalian keluar dan berperang, kami keluar bersama kalian dan kami berperang bersama kalian. Maka ketika mereka berperang, mereka mundur ke belakang (kabur).
Ayat ini juga menjadi sindiran bagi orang-orang munafik yang digambarkan dalan sebuah hadits. “Ciri-ciri orang munafik ada tiga macam apabila ia berkata ia dusta, apabila ia berjanji ia mengingkari, dan apabila ia dipercaya ia berkhianat. (HR. Muslim, no. 59)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada empat tanda seseorang disebut munafik. Jika salah satu perangai itu ada, ia berarti punya watak munafik sampai ia meninggalkannya. Empat hal itu adalah: (1) jika berkata, berdusta; (2) jika berjanji, tidak menepati; (3) jika berdebat, ia berpaling dari kebenaran; (4) jika membuat perjanjian, ia melanggar perjanjian (mengkhianati).” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 2459, 3178 dan Muslim, no. 58]
Sedangkan Lafadz لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ (mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan) adalah sebuah teguran dan peringatan, meskipun disampaikan dalam bentuk pertanyaan. Ini menunjukkan bahwa sikap ini berkemungkinan terjadi pada seorang yang beriman. Namun, tidak mencerminkan iman itu sendiri, karena pada ayat selanjutnya (ayat 3) terdapat murka Allah sebagai akibat darinya.
Lafadz مَقْتًا (Maqtan) artinya murka yang teramat besar dan dahsyat. Orang-orang yang mengatakan sesuatu namun tidak mengerjakannya, selain dicap sebagai orang munafik menurut agama juga mendapat murka Allah yang sangat besar yaitu adzab.
Mereka memerintah pada kebaikan, namun justru melakukan hal-hal yang berkebalikan dengan perintahnya. Mereka mengajar pada Islam, namun justru menjauh darinya.
Oleh karena itu, tidak tepat memberi label Islam kepada mereka yang berbuat demikian. Tiap orang akan melakukan kesalahan yang bertentangan dengan syari’at. Namun, menyudutkan nama Islam dan dakwah Islam hanya karena perbuatan penganutnya sangatlah tidak tepat.
Sehingga respon yang lebih bijak yang kita berikan kepada pelaku kejahatan yang membawa nama Islam adalah dengan mengabaikannya dan tidak memasukkannya dalam daftar pegiat dakwah yang sejati. Di samping itu, dakwah tidak bisa hilang karena perilaku penganutnya. [Ln]