KESEIMBANGAN itu sunnatullah. Alam ini tegak dalam prinsip keseimbangan. Begitu pun dengan jatah waktu kita.
Pohon jambu air di sebuah kampung menjadi saksi bagaimana seekor kelelawar dan ayam jantan bersahabat. Keduanya sama-sama menempati pohon itu untuk istirahat.
Apa keduanya berebut tempat? Sama sekali tidak. Pasalnya, ayam jantan beristirahat pada malam hari, sementara kelelawar justru keluyuran di malam hari.
Ketika fajar datang, keduanya bergantian. Giliran kelelawar beristirahat di pohon jambu, sementara ayam jantan keluyuran mencari makan.
Meski sama-sama tinggal di pohon jambu, tapi keduanya nyaris tak saling ngobrol. Hanya beberapa patah kata saja yang sempat terlontar, kemudian masing-masing berpisah.
“Ah, segarnya udara pagi,” ucap ayam jantan, kemudian ia pun berkeruyuk.
“Aduh, ngantuk sekali aku!” ucap kelelawar di saat ayam jantan selesai berkeruyuk.
Sebaliknya ketika malam menjelang, sang ayam jantan yang merasakan ngantuk. Sementara sang kelelawar segar bugar, “Ah, indahnya malam! Selamat tidur, Yam!”
Tak sekali pun, ayam jantan dan kelelawar segar bugar dalam saat yang sama. Mungkin itulah jatah waktu tidur dan makan untuk mereka.
**
Keseimbangan waktu itu sunnatullah. Seperti itulah alam bekerja. Ada saatnya hewan bekerja, ada saatnya mereka beristirahat.
Kadang, manusialah yang kerap menabrak sunnatullah itu. Malam jadi siang, dan siang jadi malam. Bahkan kadang dua-duanya jadi siang, atau dua-duanya jadi malam.
Menabrak sunnatullah boleh jadi akan ada pihak yang dizalimi. Mungkin orang tua, anak, suami, istri, tetangga, dan mungkin juga diri sendiri.
Berusahalah untuk seimbang dalam segala hal. Menabrak keseimbangan sama dengan merusak diri dan orang-orang tersayang di sekeliling kita. [Mh]