ChanelMuslim.com- Seorang pemuda mengayuh dayung di sebuah sampan menuju pulau karang kecil. Karena belum tahu medan, sampannya menabrak ujung karang yang tertutup air laut.
Selepas tabrakan itu, sampan sang pemuda bocor dan tenggelam. Ia pun melompat ke laut untuk berenang menuju karang. Dan ia pun berhasil berada di atas sebuah karang.
Kini, ia harus memutar otak bagaimana bisa kembali ke pantai. Sejauh yang ia tahu, pulau karang kecil itu tidak permanen. Hanya muncul di saat laut surut. Manakala pasang, pulau itu pun hilang.
Untuk berenang ke pantai, rasanya ia tak kuat. Meski pantai masih terlihat, jaraknya lumayan jauh. Ombaknya pun lumayan besar. Salah-salah, ia bisa terhempas ke ujung karang yang lain.
Tapi rasanya, cara berenang itu memang harapannya yang terakhir kalau pertolongan tidak juga datang. Air laut nan jernih itu kadang menampakkan pemandangan di dalamnya. Sang pemuda terkejut, ternyata ada seekor ikan hiu yang mondar-mandir di sekitar pulau karang.
Dengan begitu, berenang ke pantai lagi-lagi bukan pilihan. Ikan hiu begitu tergoda dengan tubuh manusia saat berenang di atas permukaan laut. Seolah tampak seperti kura-kura lezat.
Ia berharap ada orang di pantai yang melihatnya dari kejauhan. Ya, benar. Ada seorang ibu tua yang mengais kerang. Sesekali, ibu itu menoleh ke arah pulau karang. Tapi pandangannya yang rabun tak mampu menangkap sang pemuda yang terus melambai-lambaikan tangan.
Sang pemuda pun berteriak-teriak dengan suara maksimal. Tapi, ibu itu hanya menoleh ke kiri dan kanan. Kemudian, ia pun beranjak ke sisi pantai lain untuk mencari kerang.
Suara perahu boat terdengar tak jauh dari pulau karang. Sang pemuda pun berdiri mencari sumber suara. Ya, ada perahu boat yang ditumpangi dua orang tak jauh dari pulau karang.
Pemuda itu pun berteriak-teriak sambil melambaikan tangan. Tapi suaranya tenggelam oleh suara mesin boat yang menderu kencang. Boat itu pun terus melaju kencang, menjauhi lokasi pulau karang.
Sang pemuda kian bingung harus bagaimana. Pasalnya, air pasang laut mulai menenggelamkan sebagian besar pulau karang. Dan hanya menyisakan satu karang besar di mana sang pemuda berada. Permukaan karang itu kian mengecil.
Ia terus berdoa agar bisa selamat dari musibah itu. Ia berharap ibu pencari kerang balik lagi ke pantai itu agar bisa melihat dirinya. Ia juga berharap, boat itu balik lagi untuk bisa ia panggil-panggil dengan suara lebih keras. Ia juga berharap, perahunya yang tenggelam tiba-tiba muncul lagi agar bisa ia pergunakan.
Namun semua yang ia harapkan itu tak kunjung datang. Berjam-jam ia menunggu. Sementara, permukaan pulau karang hanya menyisakan lokasi pijakan untuk sang pemuda sendiri. Sekitar satu meter per segi.
“Yah, aku harus berenang,” suara batin pemuda itu sambil menoleh kiri dan kanan. Baru berjarak tiga meter, tiba-tiba ia melihat sirip ikan hiu bergerak ke arahnya. Ia panik. Dan bergerak cepat kembali ke karang.
Ia berpikir keras. Sementara, air pasang terus menaik. Tempat ia berpijak pun sudah tak lagi terlihat karena mulai tertutup air.
Satu-satunya cara, ia harus membunuh hiu, kemudian berenang ke pantai. Tapi bagaimana mungkin? Tak ada senjata apa pun.
Tiba-tiba ia teringat dengan ujung karang yang telah membocorkan perahunya. Meski tertutup air, ujung tajam karang itu masih tampak jelas.
Pemuda itu pun melakukan pertaruhan nyawa. Ia yang akan tewas digigit hiu atau hiu itu yang tewas tertusuk karang.
Caranya? Ia memancing hiu dengan dirinya sendiri. Ia buat luka kecil di tangan agar darahnya bisa tercium hiu. Dalam kondisi luka itu, ia memposisikan tubuhnya menutupi ujung karang yang tajam.
Benar saja. Hiu begitu bernafsu dengan tubuh pemuda yang terluka itu. Hiu berenang begitu cepat serasa ingin menerkam mangsanya yang tampak tak berdaya.
Di detik-detik menentukan itulah, sang pemuda bergerak cepat ke samping kiri sehingga hiu akhirnya menabrak ujung karang. Hiu itu tewas seketika.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, pemuda itu berenang menuju pantai. Dan karena kelelahan, ia tak sadarkan diri. Syukurnya, dua orang menolongnya saat tubuhnya mulai diombang-ambing ombak tak jauh dari pantai.
**
Doa dan ikhtiar memang menjadi dua kata kunci saat musibah datang. Sayangnya, tak semua orang menyadari seberapa besar potensi ikhtiar yang bisa ia lakukan.
Boleh jadi, karena hambatan psikologis: takut, belum ada pengalaman, dan lainnya; seseorang hanya menggunakan enam dari sepuluh energi potensial ikhtiarnya.
Jadi, setelah terus berdoa, jangan hanya mengandalkan menunggu dan bantuan orang lain. Paksakan, bahwa kita bisa keluar dari masalah dengan potensi diri sendiri. Setidaknya, kita akan punya pengalaman mencoba. [Mh]