ChanelMuslim.com- Perbuatan buruk pertanda hati si pelaku sakit. Perbuatan baik pertanda hati si pelaku sehat. Lalu, kenapa yang sehat harus ikut-ikutan sakit.
Ketika peristiwa Fathul Mekah, begitu banyak kafir Quraisy yang pasrah. Terbayang bagaimana dahulu mereka memusuhi Nabi, menyiksa para sahabat, bahkan mengusir orang-orang beriman dari kampung halaman di Mekah.
Kini, keadaan menjadi terbalik. Dahulu mereka berkuasa, kini pasrah di bawah titah Nabi dan para sahabat. Kalau pun mereka dipenjara, itu sudah jauh lebih baik, daripada dieksekusi mati.
Apa yang dilakukan Nabi terhadap mereka? Jangankan dieksekusi, dicela dan dihina pun tidak. Mereka semua dimaafkan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita tentang suatu hal. Bahwa, balaslah yang buruk dengan yang baik. Niscaya, yang sebelumnya memusuhi akan berubah menjadi menyayangi.
Hal tersebut tercantum dalam Al-Qur’an. “Tidaklah sama kebaikan dengan keburukan. Tolaklah (keburukan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (Fushilat: 34)
Perbuatan buruk itu muncul dari hati yang sakit. Hati yang jauh dari cahaya dan Rahmat Allah. Lalu, bagaimana mungkin karena emosi, hati yang sehat menjadi ikut-ikutan sakit.
Ketika ada kesempatan untuk membalas, mungkin setan memberikan inspirasi sebagai bentuk memberikan pelajaran kepada mereka yang berbuat buruk kepada kita. Hal ini juga dimaksudkan agar mereka paham betapa tidak enaknya jika diperlakukan buruk.
Namun, ada yang lagi-lagi kita lupakan. Bahwa, keadaan hati mereka tidak sehat. Mereka tidak mampu berpikir jernih karena sumber rembesannya pun memang kotor.
Kalau di hati yang sehat, pembalasan itu mungkin saja akan dirasakan sebagai pelajaran. Tapi buat hati yang sakit, pembalasan itu ya pembalasan.
Kalau suatu saat kesempatan berbalik di tangan mereka, pembalasan yang buruk juga akan mereka lakukan terhadap kita. Atau, mereka akan mencari cara agar bisa melakukan pembalasan yang sama.
Inilah lingkaran setan yang tidak berujung. Keburukan dan pembalasan terus berputar dari pihak ke pihak yang lain. Bahkan, terwariskan dari generasi ke generasi.
Secara manusiawi, mungkin wajar seseorang melakukan pembalasan ketika ada kesempatan. Tapi, cahaya Islam tidak sekadar menjadian manusia sebagai manusia. Tapi, menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia.
Balaslah yang buruk dengan baik. Terangi hati mereka dengan cahaya Islam melalui akhlak yang mulia. Niscaya, permusuhan dan keburukan akan berubah menjadi kasih sayang dan kebaikan. [Mh]