IMAM Syafi’i lahir di Gaza, Palestina, pada tahun 150 Hijriyah. Nama aslinya Muhammad. Ayahnya bernama Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i. Jadi, nama Syafi’i merupakan nama kakek buyutnya.
Ibunya bernama Fatimah binti Ubaidilah Azdiyah. Fatimah puteri dari keturunan Ubaidilah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Dengan kata lain, Imam Syafi’i adalah Ahlul Bait atau keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keluarga besar Fatimah tinggal di Hijaz atau daerah antara Mekah dan Madinah. Ia menikah di Mekah dan dibawa suaminya ke Gaza Palestina. Di sanalah, Fatimah melahirkan Imam Syafi’i.
Fatimah Wanita Tangguh
Tak lama melahirkan Imam Syafi’i, Fatimah ditinggal mati suaminya. Namun begitu, Fatimah bertekad untuk membesarkan puteranya dengan samudera ilmu. Meskipun, hampir tak ada warisan yang ditinggalkan suaminya.
Fatimah yang penghafal Al-Qur’an ini memang dikenal sebagai wanita cerdas dan begitu hati-hati dengan rezeki yang masuk ke diri dan puteranya.
Suatu hari, ketika Imam Syafi’i masih bayi, ia menangis setelah terbangun dari tidur. Fatimah tidak sedang berada di rumah karena ada keperluan.
Ketika menangis itu, seorang tetangga datang menggendong Imam Syafi’i. Ia memberikan Imam Syafi’i susu agar bisa tenang.
Sepulangnya ke rumah, Fatimah panik bukan main ketika tahu bahwa tetangganya memberikan susu ke bayinya. Ia memasukkan jarinya ke tenggorokan puteranya dan menggoncang-goncangkannya agar Imam Syafi’i memuntahkan susu yang diberikan oleh tetangga.
Hal itu karena Fatimah tidak bisa menjamin kalau susu yang masuk ke tubuh bayinya benar-benar halal.
Setelah Imam Syafi’i berusia dua tahun, Fatimah mengajak puteranya hijrah ke kampung halamannya di Hijaz, dekat kota Mekah.
Lagi-lagi sejarah mencatat ketangguhan Fatimah. Dalam perjalanan hijrah yang panjang itu, Fatimah pergi bersama puteranya dengan berjalan kaki. Ia menggendong Imam Syafi’i yang baru berusia dua tahun.
Berapakah jarak dari Palestina ke kawasan Mekah? Jaraknya sekitar 1.500 kilometer. Jarak ini sekitar tiga kali bolak-balik Jakarta Solo. Masya Allah!
Merampungkan Hafalan Qur’an
Selama tinggal di kampung halamannya, Fatimah terus “menggenjot” putranya untuk menghafal Al-Qur’an. Di usia 7 tahun, Imam Syafi’i akhirnya menghafal Qur’an dengan hafalan yang luar biasa.
Setelah itu, Fatimah pun mengajak Imam Syafi’i hijrah ke kampung Khuzail. Masyarakat ini dikenal sebagai masyarakat yang paling fasih bahasa Arabnya.
Fatimah menginginkan putranya kelak mampu menguasai bahasa Arab dengan bahasa yang fasih. Dari sinilah, Imam Syafi’i kelak mampu membuat begitu banyak karya sastra Arab yang luar biasa. [Mh/bersambung]