ChanelMuslim.com – Rasulullah saw selalu mendapatkan penolakan dari kaum kafir Quraisy saat berdakwah. Mereka menggunakan berbagai cara dalam usaha menghentikan dakwah Nabi dan melemahkan beliau, yaitu dengan cara meminta beliau mendatangkan mukjizat yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang Nabi. Semua itu mereka lakukan hanya ingin membantah dan mendustakan beliau.
“Kalau Tuhanmu bisa menurunkan mukjizat, kami pasti akan beriman kepadamu!” seru salah seorang dari mereka kepada Rasulullah.
“Muhammad! Kalau engkau benar-benar Rasulullah, mintalah Tuhan agar menyulap Bukit Shafa dan Marwa menjadi bukit-bukit emas!” seru yang lain.
“Ya, itu benar! Tetapi kalau Tuhanmu tidak sanggup membuat bukit emas, cobalah turunkan ayat-ayat Allah itu dalam sebuah kitab yang diturunkan langsung dari langit! Itu pun sudah akan membuat kami beriman!”
Rasulullah tidak menanggapi permintaan-permintaan aneh itu. Melihat Rasulullah yang tetap diam dan tenang, orang-orang Quraisy jadi semakin kesal. Dari waktu ke waktu, sering di muka umum dan disaksikan orang banyak, mereka mengajukan permintaan-permintaan lain yang lebih mustahil.
Pada suatu hari, para petinggi kaum Quraisy berkumpul untuk membicarakan suatu cara agar Nabi Muhammad berhenti menyebarkan Islam. Teror pun dilakukan kepada Muhammad dengan cara melemparkan pertanyaan yang tidak masuk akal.
“Muhammad, kami dengar engkau sering membicarakan Jibril. Mengapa engkau tidak menampakkan Jibril di hadapan kami agar kami yakin?”
“Muhammad, kalau Tuhammu memang sehebat yang engkau katakan, mintalah Ia menghidupkan orangtua-orangtua kami yang sudah mati!”
“Muhammad, katamu engkau membawa agama kasih sayang buat seluruh alam! Kalau begitu, mintalah Tuhanmu agar memunculkan mata air yang lebih sedap dari sumur Zamzam! Bukankah engkau tahu bahwa penduduk Mekah sangat memerlukan air?”
“Ya, setidaknya mintalah Tuhanmu melenyapkan bukit-bukit yang mengurung Mekah agar kota ini dapat mudah dicapai orang dari arah mana pun!”
Maka Allah pun yang menjawab permintaan-permintaan itu melalui firman-Nya:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman,” (Al-A’raf (7:188)
Melalui ayat ini, Allah menyuruh Rasulullah mengatakan, “Wahai orang Quraisy, aku hanyalah seorang pemberi peringatan. Bukankah aku tidak meminta kepadamu hal-hal di luar kemampuan akal? Mengapa kamu justru memintaku menunjukkan hal-hal yang tidak masuk akal?
“Wahai orang Quraisy, bukankah Alquran itu sendiri merupakan sebuah mukjizat? Kemudian, mengapa kamu masih meminta mukjizat yang lain? Apakah jika mukjizat itu benar-benar diturunkan, kamu akan beriman kepadaku? Bukankah jika mukjizat itu turun, kamu akan mengatakan bahwa aku hanyalah seorang penyihir yang mengada-ada?
“Wahai orang Quraisy, kalau kamu tidak mau menyembah Allah dan tetap menyembah berhala, mengapa tidak kamu minta saja mukjizat-mukjizat tadi kepada para berhala itu? Bukankah kamu tahu bahwa berhala-berhala itu tidak dapat mendatangkan kebajikan? Bukankah mereka tidak bergerak, tidak hidup, dan hanya terbuat dari batu dan kayu? Bukankah mereka tidak dapat membela diri jika ada orang yang datang dan menghancurkannya?”
Demikianlah, Rasulullah menjawab dengan kata-kata yang tidak dapat lagi dibantah kebenarannya. Namun, mereka tetap tidak mau menerima Islam.
Sekali pun tidak memeluk Islam, Abu Thalib adalah pelindung Rasulullah. Jika ada orang yang membahayakan Rasulullah, Abu Thalib dan kabilahnya siap membelanya sampai titik darah penghabisan. Tidak ada musuh Rasulullah yang berani membunuh beliau tanpa menghadapi Abu Thalib dan kabilahnya. Karena mengetahui kokohnya perlindungan Abu Thalib ini, para pemuka Quraisy mendatangi orangtua itu di rumahnya.
Kaum Quraisy terus mencari cara, dan cara terakhir ditempuh dengan mempengaruhi Abu Thalib yang selama ini melindungi Nabi Muhammad. Para petinggi seperti Abu Lahab dan Abu Jahal mendatangi Abu Thalib agar membujuk Muhammad benhenti menyebarkan Islam.
“Abu Thalib,” seru kaum Quraisy.
“Keponakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencaci agama kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Engkau harus menghentikan dia sekarang. Jika tidak, biarlah kami yang akan menghadapinya. Kalau kamu melindunginya juga, biar kabilah-kabilah kami yang akan menghadapi kabilahmu.”
Kepada para Petinggi Quraisy, Abu Thalib menegaskan bahwa dia akan terus membela serta melindungi Muhammad dari kejahatan orang lain.
Abu Thalib menghela napas berat,
“Demi Tuhan Ka’bah, biar seluruh Mekah menghalangi jalanku, aku akan tetap melindungi keponakanku itu.”
Para pemimpin Quraisy itu saling berpandangan, lalu pergi tanpa berkata apa-apa. Bagaimanapun, mereka belum sanggup menghadapi perang saudara yang akan menghancurkan kota Mekah. Mereka memutar akal dan menemukan muslihat lain.
Para pemimpin Quraisy itu kembali mendatangi Abu Thalib sambil membawa serta Ammarah bin Walid. Ia adalah pemuda Quraisy yang gagah perkasa dan paling tampan wajahnya.
“Ambillah dia! Jadikan dia sebagai anak. Ia jadi milikmu. Namun, serahkanlah keponakanmu yang menyalahi agama kita dan agama nenek moyang kita, yang memecah belah persatuan kita itu untuk kami bunuh!”
“Bagaimana, Abu Thalib? Bukankah ini pertukaran yang adil? Seorang laki-laki ditukar pula dengan seorang laki-laki!”
Wajah Abu Thalib berubah murka. Dengan mata menyala, ditatapinya para bangsawan itu satu demi satu.
“Betapa buruknya tawaran kalian kepadaku ini!” geram Abu Thalib.
“Bayangkan, kalian memberikan anakmu kepadaku untuk aku beri makan, sedangkan aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh! Demi Tuhan Ka’bah, ini adalah hal yang tidak boleh terjadi buat selamanya!”
Abu Thalib adalah pemimpin kabilah Bani Hasyim. Kini Bani Hasyim terpecah dua. Kaum miskinnya membela Abu Thalib, sedang kaum kayanya membela Abu Lahab.[ind/Walidah]
Bersambung