KETIKA kaum muslimin bersiap-siap untuk menghadapi kaum kafir Quraisy di Perang Uhud, Amr bin Jumuh menghadap Nabi, minta diikutsertakan dalam perang,
“Ya Rasulullah, putra-putraku bermaksud hendak menghalangiku pergi berjihad bersamamu. Demi Allah, aku ingin menginjakkan kakiku yang pincang ini di surga.
Karena ia terus memaksa, akhirnya Nabi membolehkannya ikut berperang. Maka, ia langsung mengambil peralatan perangnya, dan bergabung dalam barisan pasukan Islam.
Dengan suara mengiba, ia memohon kepada Allah, “Ya Allah, berikan aku kesyahidan. Jangan Kau kembalikan aku pada keluargaku.”
Amr bin Jumuh Syahid di Perang Uhud
Perang Uhud pun di mulai. Dua pasukan saling menyerang. Amr bin Jamuh bersama keempat putranya merangsek maju, menebaskan pedang kepada tentara penyebar kesesatan dan kesyirikan.
Di tengah pertarungan yang sengit itu, dengan langkah kaki berjingkat-jingkat karena pincang, tebasan pedang Amr merobohkan tentara musuh yang ada di depannya.
Dengan tangan kanannya ia menebaskan pedang. Setelah itu, ia memandang ke angkasa luas, seakan mencari-cari malaikat yang datang menjemputnya dan membawanya ke surga.
la telah memohon kepada Tuhannya agar diberi kesyahidan, dan ia yakin Allah subhanahu wa ta’ala pasti mengabulkannya.
la sangat rindu untuk menginjakkan kakinya yang pincang itu di surga agar para penduduk surga tahu bahwa Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak salah memilih sahabat dan tidak salah mendidik mereka.
Apa yang ditunggu-tunggunya datang juga. Satu tebasan pedang nengenainya. la gugur sebagai syahid. la terbang menuju gerbang keabadian, Surga Firdaus yang dipenuhi taman keindahan.
Ketika kaum muslimin sedang menguburkan para syuhiada Perang Uhud, Rasulullah bersabda,
“Kuburkan Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr bin Jamuh dalam satu liang. Mereka adalah dua sahabat yang saling menyayangi dan saling setia.”
Dua syahid yang saling setia itu dikuburkan dalam satu liang, di tanah tempat mereka menemui syahid. Tanah yang menjadi saksi kepahlawanan mereka yang luar biasa.
Empat puluh tahun setelah Perang Uhud, terjadi banjir besar yang menenggelamkan tanah pemakaman Uhud disebabkan proyek aliran irigasi yang dilakukan pemerintahan Mu’awiyah.
Kaum muslimin segera memindah- kerangka para syuhada. Ternyata, mereka mendapati kejadian luar biasa. Mereka menceritakan, “Jasad para syuhada Perang Uhud tetap utuh. Ujung-ujungnya tetap lentur.”
Jabir bin Abdullah saat itu masih hidup. Bersama keluarganya ia bermaksud memindahkan kerangka sang ayah (Abdullah bin Amr bin Haram) dan kerangka suami bibinya (Amr bin Jamuh).
Mereka mendapati keduanya di dalam liang kubur tetap utuh, seperti sedang tidur. Bibir keduanya masih menebarkan senyum kemenangan, seperti saat menyambut datangnya kesyahidan.
Kok bisa begitu?
Tidak ada yang perlu diherankan.
Ruh yang mulia, bersih dan bertakwa, yang mampu mengendalikan hidupnya, akan menjadikan raga tempat singgahnya memiliki tahanan yang melindunginya dari kelapukan dan cacing tanah. [Ai/Ln]
Sumber: Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Itihsom
Baca Juga: Amr bin Jumuh Dilarang Mengikuti Perang oleh Nabi