Chanelmuslim.com – Abu Ubaidah menjadi panglima besar di Syam. Selama itu, jumlah dan kekuatan pasukan Islam semakin bertambah. Wilayah Islam juga semakin luas. Namun jika Anda bertemu dengannya, Anda akan mengira bahwa dia hanyalah seorang prajurit biasa.
Baca Juga: Kabupaten Bogor Gelar Pembelajaran Tatap Muka
Abu Ubaidah Jadi Panglima Besar
Ketika para penduduk Syam membangga-banggakan kepemimpinannya, ia mengumpulkan mereka dan berpidato. Coba perhatikan apa yang ia katakan kepada mereka yang terpesona dengan kemampuan, kebesaran, dan kejujurannya.
“Wahai saudara-saudaraku, aku ini seorang muslim dari suku Quraisy. Siapa pun dari kalian, berkulit hitam atau merah, yang lebih bertaqwa daripada aku, maka ia lebih terhormat dariku.”
Allah telah memberimu berkah. Allah telah memberi berkah kepada agama yang melahirkanmu, dan Rasul yang mendidikmu.
Seorang muslim dari Quraisy. Hanya itu.
Agama : Islam
Suku : Quraisy
Hanya ini identitasnya. Adapun identitas lain : Gubernur wilayah Syam yang dielu-elukan warganya dan Panglimanya pasukan besar dan terkuat, sama sekali tidak berati baginya.
Suatu ketika, Khalifah Umar mengunjungi Syam. Ia bertanya kepada orang-orang yang menyambut kedatangannya, “Di mana saudaraku?”
Mereka balik bertanya, “Siapa?”
Ia menjawab, “Abu Ubaidah.”
Abu Ubaidah datang, lalu Umar merangkulnya. Umar diajak ke rumahnya. Ternyata. Di rumah Abu Ubaidah tidak terdapat perabotan rumah tangga sama sekali. Yang terlihat hanya sebilah pedang, sebuah perisai, dan pelana kuda.
Dengan tersenyum, Umar bertanya, “Mengapa kamu tidak memperlakukan dirimu seperti orang-orang kebanyakan?”
Abu Ubaidah menjawab, “Wahai Khalifah, yang seperti inilah yang bisa membuatku istirahat.”
Suatu hari, di kota Madinah, ketika Khalifah Umar sedang menyelesaikan permasalahan dunia Islam yang semakin luas, seorang utusan datang mengabarkan kematian Abu Ubaidah.
Umar memejamkan mata menahan air mata yang sudah memenuhi pelupuk mata. Namun, air mata yang semakin banyak itu tidak kuasa dibendung. Kedua matanya terbuka dan mengalirlah air dengan deras. Ia memohonkan rahmat bagi sahabatnya itu. Semua kenangan manis bersama almarhum terlintas di benaknya. Kata-kata yang sering ia ucapkan kembali ia ucapkan, “Seandainya aku bercita-cita, maka cita-citaku hanyalah memiliki sebuah rumah yang dipenuhi kaum laki-laki seperti Abu Ubaidah.”
Orang kepercayaan umat ini meninggal dunia di wilayah yang sudah ia bersihkan dari keberhalaan Persia dan penindasan Romawi. Di sanalah, di tanah Yordania, jasad mulia itu bersemayam. Jasad yang dulu dihuni oleh ruh suci dan jiwa yang tenteram.
Makamnya dikenal orang atau tidak, bukanlah suatu hal penting. Jika Anda ingin berkunjung ke tempat itu, Anda tidak memerlukan penunjuk jalan, karena sejarah hidupnya yang harum akan mengantarkan Anda ke tempat itu.
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom