SHALAT dan makan memang suatu hal yang tidak apple to apple. Tapi jika tiba bersamaan, mana yang lebih didahulukan?
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang waktu makan dan shalat datang bersamaan. Misalnya, ketika azan Zuhur, makan siang sudah tersaji di meja makan. Manakah yang lebih didahulukan?
Bukan hanya shalat Zuhur, di waktu-waktu shalat lain pun kerap datang bersamaan. Misalnya, ketika azan Isya, makan malam sudah tersaji begitu menggiurkan. Nah, mana yang didahulukan.
Dan yang lebih sering terjadi adalah saat Bulan Ramadan. Karena waktu berbuka ditandai dengan azan Magrib. Pertanyaannya, mana yang lebih didahulukan?
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan tentang hal ini. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda, “Jika makan malam sudah tersaji, maka dahulukanlah makan malam sebelum melaksanakan shalat Magrib. Dan janganlah kalian terburu-buru dalam makan malam itu.” (HR. Bukhari)
Mendahulukan makan sebelum menunaikan shalat berlaku untuk semua waktu shalat.
Hal ini tentu ada hikmahnya. Pertama, agar shalat yang ditunaikan bisa dilakukan dengan khusyuk. Karena jika makanan sudah tersaji, atau perut sudah lapar, maka pikiran dan hati akan tertuju pada makan.
Ada candaan yang menyebutkan, “Lebih baik makan sambil mengingat shalat, daripada shalat sambil mengingat makan.”
Hikmah yang kedua adalah menyehatkan pencernaan. Shalat yang dilakukan setelah makan, akan menjadikan pencernaan bekerja dengan baik. Hal ini karena shalat berisikan zikir-zikir yang menenangkan hati yang memberikan ruang pencernaan bekerja lebih baik.
Untuk buka bersama di bulan Ramadan dengan jumlah peserta yang banyak, sebaiknya makanan sudah tersaji dalam kemasan atau nasi kotak. Hal ini dimaksudkan agar tidak banyak waktu yang terbuang dalam antrian mengambil makanan. Wallahu a’lam. [Mh]