Chanelmuslim.com – Meskipun ilmu Abdullah bin Abbas sangat luas dan argumentasinya sangat mengena, tetapi ia tidak pernah menjadikan dialog dan diskusi sebagai ajang untuk adu kecerdasan dan keluasan ilmu, lalu berbangga jika sudah bisa mengalahkan lawannya. Tidak! Akan tetapi, ia menjadikan dialog dan diskusi sebagai salah satu cara untuk mengetahui kebenaran.
Telah lama la ditakuti oleh kaum Khawarij karena logikanya yang tepat dan tajam.
Baca Juga: Abdullah bin Abbas Pakar Tafsir Alquran
Dialog Abdullah bin Abbas dan Kaum Khawarij
la pernah diutus oleh Khalifah Ali kepada sekelompok besar dari orang-orang Khawarij. Terjadilah dialog di antara mereka. Apa yang ia kemukakan sangat memukau orang-orang yang menyaksikan.
Abdullah bin Abbas bertanya kepada mereka, “Apa yang menyebab- kan kalian membenci Ali?”
Mereka menjawab, “Kami membencinya karena tiga hal Pertama, ia menyerahkan putusan dalam masalah agama kepada manusia, padahal Allah telah berfirman, ‘Tiada hukum kecuali bagi Allah.’ Kedua, ia berperang, tetapi tidak menawan pihak musuh. Juga tidak mengambil harta pampasan perang. Seandainya pihak lawan itu orang-orang kafir, berarti harta mereka itu halal dan jika mereka itu orang-orang muslim darah mereka terlindüngi. Ketiga, ketika menyerahkan putusan kepada orang lain, ia rela melepaskan jabatan Khalifah, mematuhi keinginan lawan. Jika ia bukan Khalifah bagi orang-orang mukmin, maka ia adalah Khalifah bagi orang-orang kafir.”
Maka mulailah Abdullah bin Abbas meluruskan hawa nafsu mereka. la berkata, “Kalian katakan bahwa Ali menyerahkan putusan mengenai masalah hukum Allah kepada manusia. Apa salahnya? Bukankah Allah telah berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan, ketika kalian sedang ihram. Barangsiapa di antara kalian membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian.'(al-Ma’idah: 95)
Nah, atas nama Allah, jawablah pertanyaanku, ‘Manakah yang lebih penting, menyerahkan putusan kepada manusia dalam masalah nyawa kaum muslimin atau dalam masalah kelinci yang harganya satu dirham?”‘
Para pemimpin Khawarij itu tertegun mendapat jawaban semacam ini.
Abdullah bin Abbas melanjutkan argumentasinya, “Tentang ucapan kalian bahwa ia berperang tetapi tidak melakukan penawanan dan mengambil harta pampasan perang, maka ucapan kalian ini sungguh keterlaluan. Apakah kalian ingin menjadikan Ummul Mu’minin Aisyah ra., istri Rasulullah, sebagai tawanan dan pakaiannya sebagai harta pampasan perang?”
Wajah orang-orang Khawatir itu berubah pucat. Mereka menutupi wajah mereka dengan tangan.
Kemudian, Abdullah bin Abbas melanjutkan argumentasinya, “Sedangkan ucapan kalian bahwa ia rela melepaskan jabatan sebagai Khalifah kaum muslimin hingga proses penyerahan putusan itu selesai, maka perhatikanlah apa yang dilakukan Rasulullah pada peristiwa Hudaibiyah ketika beliau mendikte .surat perjanjian antara beliau dengan orang-orang Quraisy. Beliau berkata kepada penulis, ‘Tulislah, “Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad utusan Allah. “‘ Lalu utusan-utusan Quraisy menyela, ‘Demi Tuhan, seandainya kami mengakuimu sebagai utusan Allah, kami tentu tidak menghalangimu ke Baitullah dan tidak pula memerangimu. Karena itu, tulislah, “Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah.”‘ Rasulullah berkata kepada mereka, ‘Demi Allah, sesungguhnya aku ini utusan Allah, meskipun kalian mendustakan- nya.’ Beliau berkata kepada penulis, ‘Tulislah apa yang mereka mau. Tulislah, “Inilah yang telah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah.
Itulah dialog antara Abdullah bin Abbas dengan orang-orang Khawarij yang berlangsung menarik. Tepat seusai dialog itu, 20 ribu orang dari mereka menyatakan kepuasaan mereka atas argumentasi yang dipaparkan Abdullah bi Abbas, dan tidak lagi memusuhi Khalifah Ali ra. []
Sumber : Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Ithishom