TULISAN Branded vs Unbranded ini merupakan bagian kedua dari tulisan Irene Radjiman dalam Chanel Telegramnya dengan nama yang sama.
Dalam pembuka tulisannya, ia menampilkan gambar artis pemeran film Harry Potter, Emma Watson, dengan caption-nya:
“Wearing unbranded and cheap clothes doesn’t mean you’re poor. Remember: you have a family to feed. Not a community to impress.”
Berikut kelanjutan tulisannya.
Pernah dalam suatu seminar bisnis motivasi untuk pengusaha muslim, ada yang nyeletuk tanya begini,
“Ustaz, bukankah Rasulullah itu kehidupannya sederhana? Lantas kenapa kita harus berbisnis yang seolah mau mengikuti gaya hidup hedon?”
Nah ini nih, orang miskin yang sombong, bakal berlindung di balik hidup sederhananya Rasulullah. Tapi jawaban motivatornya keren.
“Iya betul, kehidupan Rasulullah itu sederhana. Ingat sederhana ya? Bukan melarat!”
Jadi, kalau saat ini kamu baru bisa punya motor bebek, karena memang kesanggupannya baru segitu, ini bukan sedang bergaya hidup sederhana, tapi emang hidupmu masih sederhana.
Kalo tasmu masih kantong kresek, karena memang tidak ada uang buat beli lebih, ini bukan merakyat, tapi levelmu emang masih level rakyat.
Kehidupan seperti ini tidak salah. Tapi jangan menjadikan kamu merasa lebih bisa menerima hidup, dibandingkan mereka yang finansialnya di atas kamu.
Kamu merasa lebih hebat karena kamu sanggup menjalani kehidupan yang serba susah? Bisa jadi orang yang saat ini kamu pandang enak, pernah menjalani kehidupan yang lebih tidak enak dari hidupmu saat ini.
Namun karena mental dan ikhtiar yang Allah ridhoi, Allah beri ganjaran padanya berupa kelebihan finansial. Tidak usah nyinyir kalo mereka pakai barang branded!
Baca Juga: Yang Teramat Mahal
Branded vs Unbranded (Bagian 2)
Saya pernah datang di sebuah seminar bisnis yang terbuka untuk umum. Jadi yang datang majemuk dari berbagai kalangan.
Di seminar itu yang bercadar hanya saya. Awal berasa seperti orang asing. Saya duduk di sebelah ibu-ibu Chinese. Tiba-tiba dia mengendus ke arah saya.
“Saya seperti mencium aroma yang saya kenal. Kamu pakai parfum (dia sebut salah satu merk parfum branded)?” Saya tersenyum dan mengangguk. Kemudian ibu itu bertanya lagi
“Bawa parfumnya? Kalo bawa, lihat dong!” Akhirnya saya keluarkanlah parfum saya.
“Ihhh gila! Ini asli?”
“Bukan, original Singapore. Tapi kardus dan botol asli.”
“Iya kelihatan kardus sama botolnya asli. Makanya tadi gue kira asli.”
Akhirnya kami terlibat pembicaraan tentang parfum lebih detil. Sampai akhirnya dia jadi pelanggan parfumnya Arrozak Barkah.
Tidak sampai di situ, dia ajak juga teman-temannya untuk beli parfum ke kami. Pelanggan kami bisa dibilang 80% non muslim, termasuk keluarga saya sendiri.
Tahu keuntungan penjualan parfum lari ke mana? Setiap hari. Setiap hari yaaa, alhamdulilah, Allah izinkan tim Arrozak Barkah setiap hari bisa berbagi makanan untuk para fakir miskin dan dhuafa (sedekah subuh), termasuk di dalamnya hamba Allah yang spesial, kucing-kucing cacat dan telantar, dan untuk operasional dakwah.
Kami tidak pernah ekspose kegiatan ini karena ini murni dari hasil bisnis kami sendiri, jadi kami tidak memerlukan bukti dokumentasi. Biarlah malaikat yang mendokumentasikannya.
Sampai suatu ketika, ibu Chinese itu ngomong gini ke saya, “Saya kira orang muslim bercadar itu kolot, kuno, kaku, saklek, tidak mengerti barang branded. Tapi kamu berhasil mematahkan anggapan saya.”
Kini, beberapa dari mereka sedang belajar Islam. Mohon doanya mereka bersedia menjemput hidayah Allah sebelum wafat.
Coba, kejadian itu berawal dari apa? Berawal dari barang/parfum branded![ind]
(bersambung)