USTAZ saya ingin bertanya, reksa dana syariah menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk berinvestasi. Tetapi sebagian masyarakat mempertanyakan apa bedanya reksa dana syariah dengan reksa dana konvensional. Mohon penjelasan ustaz seputar perbedaan reksa dana syariah dan reksa dana konvensional.
Ustaz Dr. Oni Sahroni mengatakan jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, dari sisi portofolio investasi. Apa usaha yang menjadi tempat investasi para investor? Apa efek yang menjadi usaha tempat penempatan modal para investor?
Sesungguhnya pembeda yang paling dominan adalah usaha atau portofolio yang menjadi tempat investasi.
1. Reksa dana syariah. Isi portofolio reksa dana syariah berupa efek syariah seperti saham syariah, sukuk, dan instrumen pasar uang syariah.
Karena di reksa dana syariah investasi hanya diperbolehkan pada efek-efek yang masuk dalam Daftar Efek Syariah (DES).
Sebagaimana Fatwa DSN MUI, “Investasi hanya dapat dilakukan pada efek-efek yang diterbitkan oleh pihak (emiten) yang jenis kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah Islam. Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam, antara lain, adalah:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman yang haram.
d. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.” (Fatwa DSN MUI No 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah).
2. Reksa dana konvensional. Sedangkan di reksa dana konvensional, investasi tanpa mempertimbangkan halal atau haram.
Maka isi portofolio reksa dana konvensional berupa efek yang tidak halal seperti saham nonsyariah, obligasi (surat utang ribawi), dan instrumen pasar uang ribawi.
Kedua, dari sisi akad dan perjanjian atara para pihak dalam reksa dana.
1. Reksa dana syariah. Dalam reksa dana syariah, hak-hak dan kewajiban para pihak diatur dengan akad-akad syariah.
Investor atau reksa dana memberikan kuasa kepada MI (manajer investasi) untuk menempatkannya dalam portofolio tertentu sesuai perjanjian dengan akad wakalah bil ujrah.
Bedanya Reksa Dana Syariah dan Konvensional
Investor atau reksa dana melalui MI bertransaksi dengan emiten sesuai dengan jenis portofolionya, misalnya jika saham maka akadnya adalah mudharabah.
Pada saat yang sama, investor atau reksa dana bertransaksi dengan bank kustodian dengan akad wakalah bil ujrah. Juga pada saat yang sama investor atau reksa dana atau MI bertransaksi dengan provider penyedia indeks (dalam beberapa kondisi) dengan akad ijarah.
Sebagaimana Fatwa DSN MUI, “Mekanisme operasional dalam reksa dana syariah terdiri atas:
a,. Antara pemodal dengan manajer investasi dilakukan dengan sistem wakalah, dan
B. Antara manajer investasi dan pengguna investasi dilakukan dengan sistem mudharabah.” (Fatwa DSN MUI No 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah).
2. Reksa dana konvensional. Sedangkan di reksa dana konvensional tidak diberlakukan perjanjian layaknya akad-akad syariah dengan seluruh rukun dan syaratnya.
Yang pasti antara pemodal atau reksa dana dengan emiten itu transaksinya penempatan di usaha yang tidak halal, seperti saham nonsyariah, surat utang (utang ribawi), deposito bank konvensional, atau pasar uang konvensional.
Baca juga: Hukum Mata Uang Kripto yang Tidak Berstandarkan Harta
Ketiga, dari sisi mekanisme pembersihan kekayaan nonhalal (cleansing).
1. Reksa dana syariah. Dalam investasi reksa dana syariah, ada proses namanya cleansing, yaitu membersihkan dana yang tidak halal akibat efek yang dibeli dikeluarkan oleh otoritas karena sudah tidak sesuai syariah.
Jadi ceritanya, OJK merilis daftar efek syariah (DES) dua kali dalam setahun.
Jika saat rilis tersebut ada efek yang dikeluarkan dari DES, maka sesuai aturan pemilik efek tersebut harus menjualnya maksimal 10 hari.
Jika dalam 10 hari tidak atau belum terjual, maka pendapatannya disalurkan sebagai dana sosial.
Sebagaimana Fatwa DSN MUI, “Hasil investasi yang dibagikan harus bersih dari unsur nonhalal, sehingga manajer investasi harus melakukan pemisahan bagian pendapatan yang mengandung unsur nonhalal dari pendapatan yang diyakini halal (tafriq al-halal min al-haram). Hasil investasi yang harus dipisahkan yang berasal dari nonhalal akan digunakan untuk kemaslahatan umat yang penggunaannya akan ditentukan kemudian oleh Dewan Syariah Nasional serta dilaporkan secara transparan.” (Fatwa DSN MUI No 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah).
2. Reksa dana konvensional. Dalam reksa dana konvensional tidak ada istilah “pembersihan” atau cleansing karena tidak dikenal efek yang tidak halal, tetapi selama efek itu sesuai aturan, maka telah sesuai aturan dan tidak dikeluarkan dari DES.
Keempat, dari sisi pengawasan.
1. Reksa dana syariah. Di reksa dana syariah ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang mengawasi dan memastikan operasional reksa dana itu sesuai dengan ketentuan syariah.
Termasuk pengawasan tersebut juga tidak hanya dilakukan oleh DPS, tetapi juga dilakukan oleh OJK untuk memastikan kesesuaian operasional reksa dana syariah terhadap aturan atau regulasi terkait.
2. Reksa dana konvensional. Di reksa dana konvensional itu tidak ada pengawas syariah yang mengawasi dan memastikan operasionalnya sesuai syariah atau tidak karena reksa dana konvensional dikelola berdasarkan prinsip kontrak investasi kolektif dan tidak berdasarkan prinsip syariah dan hanya diawasi oleh OJK.
Jadi, yang menjadi referensi dan rujukan reksa dana konvensional adalah regulasi dan pengawasan OJK.
Karena regulasi yang dirujuk adalah regulasi konvensional sehingga OJK akan mengawasi berdasarkan regulasi konvensional tersebut.[Sdz]