REGI Zamzam Zaohari (23), salah satu petani milenial yang sukses dari hasil bertani selada bokor dengan media tanam hidroponik.
Pemuda asal Kampung Cihonje, Desa Tanjungpura, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat ini, mampu menjual 400 kilogram selada bokor setiap kali masa panen.
Egi sapaan akrabnya, mulanya mengetahui terkait teknik penanaman hidroponik dari daerah Lembang, Bandung.
Kemudian dia tergerak untuk mulai menanam dengan metode hidroponik untuk kemajuan desanya. Keinginan tersebut sejalan dengan dukungan dari pihak pemerintah desa dan pendampingan program pemberdayaan Desa Berdikari yang dilakukan LAZ Al Azhar dan Bank Indonesia.
Media tanam hidroponik ini telah menarik minat para pemuda untuk bertani, karena dinilai lebih efisien dan mudah untuk dipraktekkan.
Akhirnya pada tahun 2021, dibangun fasilitas hidroponik yang menjadi demplot serta gagasan baru akan teknologi menanam sayuran.
Miftah Farid, Dasamas LAZ Al Azhar yang bertugas di Tanjungpura mengatakan pemberdayaan di sektor pertanian ini menjadi bentuk kepedulian terhadap ketahanan pangan desa, maka dimulai dengan menyukseskan program dapur hidup keluarga (Dapaga) melalui media tanam hidroponik.
Egi kemudian menjadi sosok inspiratif generasi milenial yang bergerak di bidang pertanian khususnya selada bokor. Berkat kerja kerasnya, para pemuda sekitar mulai tertarik untuk ikut terjun menanam selada bokor.
Sukses Budidaya Selada Bokor Hidroponik
Pada bulan Juni 2022, akhirnya dibentuk Rumah Hidroponik Tanjungpura Berdikari (RHTB) dengan 19 anggota kelompok yang tergabung.
“Waktu itu saya tergerak agar pemuda di sini tidak perlu lagi pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Karena hasil dari bertani secara hidroponik ini sendiri sangat menjanjikan, terlebih kita bisa lebih menghemat waktu dan lebih simpel untuk mengurusnya,” ungkap Egi.
Menurutnya, selain dapat menjalankan usaha hidroponik tersebut, petani juga dapat melakukan pekerjaan lain. Pasalnya petani tidak perlu berada terus di lokasi hidroponik setiap hari.
“Penanaman menggunakan media hidroponik mudah sekali pastinya. Kita tidak perlu membajak tanah ataupun mencangkul. Para petani cukup membersihkan media hidroponik secara berkala karena hanya menggunakan media busa,” ujarnya.
Adapun proses penanaman selada bokor ini, dimulai dengan penyemaian yang memerlukan waktu 10 hari dengan media busa.
Kemudian setelah itu, tanaman dipindah ke media hidroponik pembesaran dan menambahkan nutrisi AB mix. Biasanya dalam seribu lubang media semai, cukup menggunakan nutrisi sebanyak 15 liter.
Omzet yang didapatkan tidak main-main, Egi sendiri menjual hasil panennya seharga Rp12.000.00,- perkilogram. Jadi untuk satu kali panen dalam masa 20 hari Egi mendapat hasil Rp4.800.000,-.
Hasil panennya telah dipasarkan ke Pasar Induk Cikurubuk, Pasar Rajapolah, Pasar Ciawi, bahkan luar kota yaitu ke Purwakarta.
Adapun kegiatan bersama kelompok RHTB, dilakukan secara berkala yakni dengan satu kali pertemuan selama satu minggu.
Pendampingan membahas mengenai cara budidaya selada bokor, penanganan hama dan marketing pemasaran hasil dari tanaman hidroponik.
“Alhamdulillah dengan hadirnya kelompok RHTB penanaman pun bisa terjadwal dengan baik. Jadi, kami bisa panen setiap hari. Di Samping itu juga kami bisa sharing seputar pertanian khususnya pertanian dengan menggunakan media tanam hidroponik,” ungkap Egi.
Egi, satu dari sekian banyak petani yang ada di Desa Berdikari Tanjungpura.
Program Desa Berdikari (Berdaya, Kreatif, Religius dan Inspiratif) sendiri merupakan strategi pengembangan masyarakat desa yang dilakukan oleh LAZ Al Azhar yang bekerjasama dengan Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia.
Hal ini berfungsi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan ketersediaan pangan serta mengendalikan laju inflasi.
Baca juga Kantor Layanan LAZ Al Azhar Cikarang Resmi Dibuka
Dalam program Desa Berdikari, terdapat aktivitas pemberdayaan ekonomi agar masyarakat dapat berdaya, serta hidup sejahtera dan berkecukupan.
Kemudian terdapat pengelolaan dana sosial syariah, sebagai salah satu instrumen dalam mengembangkan kemampuan finansial masyarakat sehingga diharapkan mampu beralih dari mustahik menjadi muzakki.
“Semoga dengan berjalannya program pemberdayaan di desa kami bisa menambah wawasan untuk masyarakat, khususnya di bidang pertanian,” ujar Egi.
“Selain itu juga bisa sukses menambah mitra-mitra pemasaran yang lebih luas lagi. Selebihnya kita dapat mengajak para pemuda milenial yang ada di Desa Tanjungpura ini untuk ikut menanam dengan metode hidroponik seperti saya,” tutupnya.