ChanelMuslim.com- Sidang peradilan kasus penyidik senior KPK, Novel Baswedan, kembali digelar, Kamis 11 Juni lalu. Hari itu, Jaksa menyampaikan tuntutan kepada dua tersangka yang juga masih polisi aktif: Rony Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Dan skor sementara di kasus Novel itu pun seperti menunjuk angka tiga minus satu.
Apa itu tiga minus satu? Tiga adalah lama waktu proses penyelidikan dan penyidikan kasus yang terjadi pada tanggal 11 April 2017 itu, sekitar 3 tahun. Dan minus satu adalah antiklimaks dari tuntutan jaksa yang hanya 1 tahun.
Jaksa memiliki alasan kenapa terdakwa dituntut hanya 1 tahun. Antara lain, terdakwa kooperatif selama proses pemeriksaan, meminta maaf kepada keluarga korban, dan dilakukan tidak sengaja. Alasan terakhir menjadi perbincangan luas di publik.
Tidak sengaja dijelaskan lagi, bahwa pelaku bermaksud menyiram bagian lain dengan tujuan untuk memberikan pelajaran karena korban dianggap mengkhianati institusi kepolisian. Namun, yang terkena justru di bagian wajah yang akhirnya mengenai mata korban.
Alasan tidak sengaja ini pula yang akhirnya menjadi bahan sindiran dari berbagai kalangan, termasuk komika Bintang Emon.
"Katanya enggak sengaja, tapi kok bisa terkena muka? Kita tinggal di bumi, gravitasi pasti ke bawah. Menyiram badan enggak mungkin meleset ke muka kecuali Pak Novel Baswedan memang jalannya handstand bisa lu protes, 'Pak hakim saya niatnya nyiram badan cuma gara-gara dia jalannya bertingkah jadi kena muka' bisa, masuk akal. Sekarang kita cek yang enggak normal cara jalannya Pak Novel Baswedan atau tuntutan buat kasusnya," kata Bintang Emon di Instagram TV pada Jumat, 12 Juni 2020.
Bintang Emon juga menambahkan soal tidak sengaja itu. Menurutnya, peristiwanya terjadi saat shalat Subuh. Bangun Subuh itu susahnya bukan main. Ini orang sudah ada di lokasi di waktu Subuh.
Novel sendiri mengungkapkan kritik keras terhadap pembacaan tuntutan jaksa ini. "Saya melihat ini hal yang harus disikapi dengan marah. Karena ketika keadilan diinjak-injak, norma keadilan diabaikan, ini tergambar bahwa betapa hukum di negara kita nampak sekali compang-camping," ucap Novel dalam video yang tersebar luas.
Novel menambahkan, kalau pola-pola seperti ini tidak pernah dikritisi, tidak pernah diprotes dengan keras, dan kemudian presiden juga membiarkan, saya sangat meyakini bahwa pola-pola demikian akan mudah atau banyak terjadi kepada masyarakat lainnya.
Tuntutan satu tahun ini pula seperti mencederai temuan Tim Pencari Fakta yang dibentuk Presiden Jokowi. Saat itu,TPF menilai bahwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan diduga kuat dipicu oleh kasus-kasus besar yang ikut ditangani korban semasa bertugas di KPK.
Kasus-kasus besar itu antara lain, kasus korupsi proyek e-KTP, kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang melibatkan eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman, kasus korupsi proyek Wisma Atlet, dan kasus suap perizinan yang melibatkan Bupati Buol Amran Batalipu.
Berbagai pihak juga menyayangkan posisi yang diambil jaksa penuntut umum dalam kasus ini. Seolah, jaksa berada pada posisi sebagai pembela terdakwa bukan sebagai perwakilan negara yang melakukan tuntutan untuk keadilan korban.
Kasus penyiraman air keras yang dialami Novel Baswedan sejatinya bukan kasus kriminal biasa. Karena korban mengalami itu saat sedang bertugas sebagai penegak hukum. Bayangkan jika hal ini yang menjadi kenyataan. Maka, akan banyak penegak hukum khususnya di KPK yang akan mengalami penurunan semangat untuk melaksakan tugas negara.
Kita dan publik belum tahu apa yang akan diputuskan majelis hakim dalam kasus Novel ini. Apakah skor akan tetap di kisaran tiga minus satu, bergeser sedikit, atau akan menjadi skor yang mencengangkan. (Mh)