ChanelMuslim.com- Pertemuan lanjutan rekonsiliasi antara kubu Prabowo dan Jokowi berlangsung kemarin, Rabu (24/7) di kediaman Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar Jakarta. Banyak hal yang bisa disimak, terutama warna politik Indonesia kedepan.
Meski tidak dihadiri Presiden Joko Widodo, kunjungan Prabowo ke kediaman Megawati tidak bisa dianggap silaturahim biasa. Tidak mungkin dua politisi besar tanah air melakukan pertemuan tanpa membicarakan politik.
Karena bersifat tertutup, publik hanya bisa menafsirkan makna di balik momen keakraban lama Megawati dan Prabowo. Kisarannya takkan jauh dari kesepakatan politik pasca pemilu.
Sebagian publik mungkin tak merasa heran dengan keakraban Megawati Prabowo meski baru beberapa pekan melewati masa-masa ketegangan antara keduanya. Jalinan keakraban itu memang sudah berlangsung lama.
Megawati dan Prabowo pernah menjadi pasangan calon dan wakil presiden di pemilu lalu. Bahkan, di balik kesuksesan Jokowi menjadi gubernur DKI Jakarta yang akhirnya mengantarkan Jokowi ke kursi presiden adalah juga peran Prabowo.
Seperti sepasang sijoli yang terpisah karena pilihan, kini keduanya disatukan lagi dengan sebuah kepentingan. Apa?
Secara umum, Ketua Umum PDIP ini tentu membutuhkan keadaan kondusif untuk masa pemerintahan partainya untuk lima tahun kedepan. Dan salah satu bagian paling berpengaruhnya adalah berada di tangan Prabowo. Karena kemenangan Jokowi hanya berselisih di bawah sepuluh persen.
Dengan kata lain, merangkul Prabowo berarti berdamai dengan potensi konflik yang bisa mengganggu stabilitas pemerintahan. Bayang-bayang menakutkan dengan judul “Indonesia Terbelah” setidaknya bisa dibonsaikan untuk tidak menjadi bahaya.
Kedua, Prabowo yang merupakan Ketua Umum Partai Gerindra merupakan pengendali penuh atas partai pemenang kedua pemilu lalu. Berdamai dengan Prabowo berarti menjinakkan militansi kader Gerindra di parlemen. Plus, bisa menjadi pintu masuk untuk mengendalikan semangat oposisi di partai lain yang pernah satu koalisi dengan Prabowo.
Lalu, kompensasi apa yang mungkin bisa didapat Prabowo di kesepakatan ini? Secara umum, Prabowo juga berkepentingan dengan situasi sejuk bangsa dan negara pasca pemilu. Agar, roda ekonomi masyarakat bisa bergulir secara normal tanpa dihantui bayang-bayang “Indonesia terbelah”.
Yang lainnya, Prabowo seperti ingin mengantarkan Partai Gerindra kepada simbiosis mutualisme dengan pemerintahan, dalam hal ini kepemimpinan Presiden Jokowi.
Selama ini, Partai Gerindra selalu berada di luar pemerintahan. Setidaknya, lebih dari sepuluh tahun terakhir ini. Dan masa sepuluh tahun itu bisa dibilang bukan waktu yang pendek untuk terus berkutat di jalur oposisi.
Secara pribadi, Prabowo tidak sama dengan Megawati dengan PDIPnya dan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Partai Demokratnya. Karena keduanya sudah menyiapkan calon pengganti untuk masa regenerasi kepemimpinan. Sementara di Prabowo dan Gerindra, belum ada tanda-tanda penyiapan peletakan tongkat estafet untuk generasi berikutnya.
Kalau memang ada kesepakatan soal pembagian porsi pemerintahan dari PDIP kepada Gerindra, boleh jadi, kesempatan ini akan bersinergi dengan keinginan Prabowo demi kebaikan Partai Gerindra untuk selanjutnya.
Setidaknya, mantan Danjen Kopasus ini bisa mewariskan kepemimpinan yang kondusif untuk pimpinan Gerindra. Tidak selalu dan selamanya berada dalam bayang-bayang konflik dan semangat oposisi.
Selain itu, boleh jadi, Prabowo yang dikenal dengan kesetiakawanannya yang tinggi dengan teman seperjuangannya, tidak akan tega membiarkan teman seperjuangannya masih berada dalam tahanan dan pengasingan.
Melalui momen rekonsiliasi ini, Prabowo seperti ingin menyudahi potensi konflik yang secara bersamaan terjadinya normalisasi status normalnya teman-teman seperjuangannya tersebut. Tidak ada lagi yang masih dalam tahanan, dan tidak ada lagi yang berada dalam pengasingan.
Benarkah seperti itu arah semangat “CLBK” Megawati Prabowo Jokowi? Peristiwa-peristiwa politik berikutnya akan membuktikan hal tersebut. (Mh)