ChanelMuslim.com- Ada yang menarik di akhir bulan Agustus lalu terhadap perkembangan politik Afghanistan dan Thaliban. Yaitu, PBB tiba-tiba menggalang bantuan untuk Afghanistan. Jumlah yang dijanjikan lumayan, sebesar 1,1 milyar dolar Amerika.
Perubahan sudut pandang PBB ini memang menarik. Bagaimana mungkin lembaga dunia yang mencap Thaliban sebagai kelompok teroris akhirnya berubah menjadi pihak yang berhak dibantu.
Mereka yang ikut menjanjikan bantuan merata. Mulai dari Amerika, Eropa, hingga negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia menjanjikan bantuan sebesar 3 juta dolar Amerika. Meskipun, keadaan dalam negeri masih dirundung musibah. Mulai dari krisis kesehatan yang belum pulih sepenuhnya, hingga krisis ekonomi.
Padahal, masih terngiang publik bagaimana pihak yang mengatasnamakan dari istana begitu keras merespon pemerintahan Afghanistan baru yang dipimpin Thaliban. Lagi-lagi, stigma terorisme menjadi alasan. Lalu, kenapa ada perubahan drastis?
Jawabannya, boleh jadi sikap Indonesia mengikuti sikap PBB sebagai alasan kemanusiaan. Karena Afghanistan tengah berada dalam ancaman krisis pangan pasca perang. Satu atau dua bulan lagi, ancaman krisis itu kian menjadi seiring datangnya salju atau musim dingin di kawasan itu.
Boleh jadi pula, ada sebab lain yang tidak terlepas dari pengaruh kekuatan politik Amerika yang kini gencar memastikan keberpihakan banyak negara terhadapnya. Khususnya, keberpihakan untuk face to face berhadapan dengan China.
Perubahan sikap PBB dan juga Indonesia terhadap Afghanistan boleh jadi ada kaitannya dengan kunjungan Wakil Presiden Amerika, Kemala Harris, pada akhir Agustus lalu ke Asia Tenggara, yakni Singapura dan Vietnam.
Kunjungan itu seperti mempertegas sikap Amerika terhadap Afghanistan dan Thaliban dalam keterkaitan dengan “perang” melawan China.
Amerika menarik diri dari Afghanistan serta “mewariskan” peralatan militernya ke Thaliban merupakan sikap yang harus dibaca sekutunya bahwa propaganda anti Islam dengan berbagai istilah harus disudahi. Karena mereka akan fokus menghadapi China.
Setidaknya, ini kebijakan politik partai Joe Biden yang berseberangan dengan partainya Trump yang cenderung anti Islam. Tentu, istilah pro atau anti Islam lebih karena persoalan ekonomi daripada ideologi.
Propaganda melawan terorisme dan radikalisme yang digaungkan Amerika selama ini lebih karena kerakusan negeri itu untuk menguasai sumber daya alam di kawasan Timur Tengah. Kini, kehausan itu sudah tidak relevan lagi seiring dengan propaganda climate change yang mengaitkan dengan sumber alam yang harus terbarukan.
Dan lagi-lagi, propaganda tentang climate change atau energi terbarukan seratus persen ditujukan sebagai pukulan telak untuk melemahkan kekuatan China yang masih ditopang energi fosil itu.
Bagi umat Islam, kecenderungan ini setidaknya bisa menenangkan. Sudah cukup selama 20 tahun umat Islam menjadi kambing hitam tindakan biadab terorisme. Saatnya sikap yang sama juga ditunjukkan di dalam negeri. [Mh]