ChanelMuslim.com – Minoritas Muslim Rohingya pada hari Selasa ini akan memperingati tiga tahun tindakan keras oleh pasukan militer Myanmar yang mengusir ratusan ribu orang dari tanah mereka.
Tindakan keras di negara bagian Rakhine barat Myanmar yang dimulai pada 25 Agustus 2017, menyebabkan perpindahan yang merajalela, pembunuhan dan pemerkosaan terhadap komunitas yang paling teraniaya di dunia yang memicu protes internasional.
Dalam menghadapi pandemi, kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang penderitaan mereka akan diadakan secara online.
"Rohingya dan mereka yang berdiri dalam solidaritas dengan mereka, akan menandai ulang tahun ke-3 genosida Myanmar, dalam unjuk rasa online multibahasa pertama di seluruh dunia," kata Koalisi Bebaskan Rohingya, jaringan aktivis global, dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat lalu.
"Acara ini akan mempertemukan lebih dari empat lusin pendukung internasional termasuk pejabat PBB, aktivis hak asasi manusia, sarjana genosida, pakar hukum internasional, dan jurnalis terkait dari semua benua.
"Mereka akan bergabung dengan para penyintas dan pengungsi Rohingya untuk mengenang dan menghormati ribuan korban yang dibantai, diperkosa, dan disiksa dalam pembersihan dengan kekerasan oleh pasukan pemerintah Myanmar, yang dimulai pada 25 Agustus 2017," tambahnya.
Sementara itu, orang-orang Rohingya serta organisasi hak asasi di seluruh dunia telah mendesak pihak berwenang Myanmar untuk memastikan lingkungan yang kondusif di negara bagian Rakhine sehingga orang-orang yang teraniaya, yang telah berlindung di berbagai negara sebagian besar di negara tetangga Bangladesh, dapat kembali ke tanah air mereka bersama keamanan dan martabat.
Human Rights Watch (HRW) dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Senin mendesak otoritas Myanmar untuk menerima solusi internasional yang menyediakan pemulangan pengungsi Rohingya dengan aman, bermartabat dan sukarela.
“Untuk menunjukkan kepatuhan terhadap perintah dan kesiapan Rohingya untuk kembali, pemerintah Myanmar harus mengamandemen undang-undang kewarganegaraan [1982] sejalan dengan standar internasional,” tambahnya.
Menunjuk pada sikap diskriminatif terhadap 600.000 orang Rohingya yang masih tinggal di negara bagian Rakhine, kelompok hak asasi tersebut menambahkan: "Pihak berwenang harus segera mencabut pembatasan kebebasan bergerak, mencabut peraturan diskriminatif dan perintah lokal, dan menghentikan semua praktik resmi dan tidak resmi yang membatasi pergerakan dan mata pencaharian, seperti penghalang jalan dan sistem pemerasan yang sewenang-wenang."[ah/anadolu]