ChanelMuslim.com – Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Ir. Sumunar Jati, 15 Maret 2016, saat pembukaan Pelatihan Sistim Jaminan Halal (SJH) mengatakan bahwa ketentuan Halal-Haram telah ditetapkan Allah sejak awal penciptaan manusia, Nabi Adam, serta istrinya, Siti Hawa. Dan hal ini perlu selalu diingatkan dan ditekankan lagi, karena sangat penting dan menentukan keselamatan hidup secara hakiki, dunia sampai akhir nanti.
“Pada awalnya, Nabi Adam bersama istrinya ditempatkan oleh Allah di dalam Surga. Allah juga membolehkan keduanya menikmati semua yang ada di dalam Surga, tempat tinggalnya saat itu. Hanya satu jenis makanan yang dilarang untuk dikonsumsi,” tuturnya kepada peserta pelatihan yang dilangsungkan pada 15-17 Maret 2016, di Kantor LPPOM MUI, Global Halal Centre (GHC) Bogor.
Sumunar Jati mengutip ayat Al-Quran yang bermakna, “Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (Q.S. 2: 35). Ayat semacam ini disebut dan diulang lagi dengan makna yang sama di dalam Al-Quran (Q.S. 7: 19).
Melarang Mendekati, Apalagi Mengkonsumsi
Sungguh indah ungkapan bahaya yang dipergunakan di dalam ayat tersebut, dengan kandungan makna yang sangat mendalam. Allah melarang mendekati, dengan ungkapan bahasa yang tegas. Maka melanggarnya, apalagi memakan apa yang dilarang itu, tentu jauh lebih berat lagi, dan beresiko sangat fatal. Seperti dalam ayat yang lain, Allah melarang mendekati zina (maksud Q.S. 17: 32). Maka melakukan apa yang dilarang Allah itu, yakni berbuat zina (Na’udzubillahi min dzalik), tentu lebih buruk lagi, dan berdampak sangat fatal.
Karena tertipu oleh Setan dengan mengikuti bujuk-rayunya, Adam bersama istrinya pun melanggar larangan Allah, berbuat maksiat dan dosa. Bukan hanya mendekati pohon yang terlarang itu, tetapi juga memakan makanan (buah dari pohon tersebut) yang dilarang baginya. Maka akibatnya sangat fatal, keduanya pun diusir dari Surga yang penuh kenikmatan tiada tara: “Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (Q.S. 7: 22).
Memang, Adam dan isterinya kemudian menyesali perbuatan salah yang dilakukan, lalu bertaubat dan berdoa, memohon ampunan kepada Allah: “Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (Q.S. 7: 23).
Dengan permohonan yang tulus dan penuh kesungguhan, Allah mengampuni dosa keduanya, dan menerima taubat mereka. Namun dosa akibat dari pelanggaran itu, mengkonsumsi makanan yang dilarang, tetap menimpa. Yakni mereka diusir dari Surga. Perhatikanlah firman Allah dengan makna: “Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan”. (Q.S. 7: 24).
“Oleh karena itu, sebagai orang beriman, kita sama diingatkan, agar dapat selamat dunia maupun akhirat, maka harus mengkonsumsi makanan yang halal, dan meninggalkan yang haram. Yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Kalau tetap mengabaikan hal ini, niscaya diancam dengan siksa neraka,” tutupnya. (jwt/halalmui)