PERANG Tarif yang dilancarkan Donald Trump menghebohkan dunia. Tapi, kenapa perang tarif itu dilancarkan berbarengan dengan lanjutnya genosida Israel di Gaza?
Selasa 4 Februari tahun ini, ada peristiwa penting di Gedung Putih. Trump dan Netanyahu duduk bareng merundingkan sesuatu. Inilah pertemuan penting Trump setelah dua pekan dilantik.
Apa yang diucapkan Trump saat pertemuan itu? “Saya kira gencatan senjata Israel Hamas tak akan bertahan lama,” ucap Trump.
Kenyataannya, analisis Trump memang sangat tepat. Karena satu setengah bulan kemudian, Israel tiba-tiba mengebom Gaza di tengah gencatan senjata.
Pertanyaannya, analisis Trump yang tepat, atau ia sendiri yang ikut terlibat di rencana serangan brutal dalam perundingan tertutup antara Trump dan Netanyahu 4 Februari itu?
Tarif Trump dan Pengalihan Serangan Brutal di Gaza
Tiba-tiba Trump mengumumkan tarif baru ke sejumlah negara yang melakukan hubungan dagang dengan Amerika. Trump mengumumkan ‘perang dagang’ itu di saat dunia terbelalak dengan serangan brutal Israel ke Gaza.
Pengumuman itu disampaikan setelah tiga hari umat Islam merayakan Idul Fitri. Atau, di saat umat Islam dunia sudah bersiap-siap untuk menggalang opini dunia untuk mengutuk Israel dan Amerika.
Hampir seluruh negara terkena imbas Tarif Trump itu. Semua mata dan pikiran warga dunia beralih, dari kebrutalan Israel kepada nasib ekonomi masing-masing negara.
Hanya Rusia yang ‘adem-adem ayem’. Hal ini karena Rusia memang sudah tidak berkaitan lagi dengan hubungan dagang dengan Amerika.
Atau boleh jadi, Rusia memang sudah ‘dikondisikan’ pada perundingan antara AS dan Rusia pada sepekan sebelumnya di Arab Saudi.
Yang paling terkena dampak dari perang tarif Trump ini adalah Cina. Bisa dibilang, mengacaukan ekonomi Cina sama saja dengan mengacaukan ekonomi dua per tiga warga dunia, termasuk AS sendiri.
Kalau memang perang tarif dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian dunia, target terhadap Cina memang sangat efektif. Karena reaksi balasan Cina akan berimbas pada stabilitas ekonomi dunia. Saat ini, porsi ekonomi dunia memang berkutat di AS dan Cina.
Menariknya, rupanya Trump memang ingin mencari perhatian dunia. Ia memperluas ‘perang tarif’ bukan hanya ke Cina, tapi juga ke hampir seluruh negara yang ada hubungan dagang dengan AS.
Implikasinya pun gak main-main. Bisa ke pasar uang negara, kacaunya rantai pasokan bahan pokok, PHK massal, dan runtuhnya organisasi dagang antar negara. Karena masing-masing negara lebih cenderung melakukan hubungan dagang secara bilateral. Dunia tak lagi menganut pasar bebas.
Yahudi dan Konglomerasi AS
Jumlah populasi Yahudi di AS memang hanya sekitar 2 persen. Tapi jangan salah. Hampir seratus persen ekonomi AS ada di tangan konglomerasi Yahudi.
Dengan kata lain, 2 persen penduduk AS menguasai hajat hidup 98 persen warga AS lainnya. Inilah satu-satunya negara di dunia yang bank sentralnya dikuasai swasta, yaitu konglomerat Yahudi.
Bisa dibilang, Trump hanya ‘boneka’ dari kepentingan Yahudi di AS dan Israel. Ia hanya seperti jubir. Penguasanya bos-bos Yahudi AS.
Apa keuntungan bos-bos Yahudi di AS dari ‘perang tarif’ ini?
Pertama dan utama, teralihkannya mata dunia terhadap kebrutalan mereka di Palestina. Karena targetnya, seratus persen Palestina mereka kuasai semua, termasuk Gaza.
Kedua, bos-bos Yahudi AS ingin menjatuhkan Cina yang selalu berada di bayang-bayang kedigjayaan mereka. Sebagai contoh, teknologi AI yang mereka gembar-gemborkan ternyata tak ada apa-apanya dibandingkan DeepSeek buatan Cina.
Begitu juga dengan produk-produk elektronik yang kini mayoritas ada di genggaman Cina, jauh di atas AS. Mulai dari mobil listrik hingga ponsel pintar yang tak satu pun bisa disaingi AS.
Dengan kata lain, Tarif Trump seperti peribahasa sekali mendayung banyak pulau terlampaui. Sekali diumumkan, banyak target yang dicapai: isu brutal Israel teralihkan, Cina akan mengalami perlambatan ekonomi, dan tentu saja, negeri-negeri muslim akan terjerembab.
Entah kejahatan besar apalagi yang akan dilancarkan Israel terhadap Palestina di tengah hiruk pikuk dunia oleh Tarif Trump. [Mh]