ChanelMuslim.com – Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI), Prof.Dr.H. Hasanuddin AF, MA menghimbau warga masyarakat agar turut berperan serta mengemban tanggung-jawab melakukan pemantauan guna menjaga konsistensi kehalalan produk yang dihasilkan pihak perusahaan.
‘Dengan partisipasi aktif ini, umat juga diminta melaporkan kepada MUI kalau terjadi kasus perubahan oleh pihak perusahaan atas hal-hal yang dimaksud dan menjadi syarat ketetapan fatwa atau SH MUI tersebut,” ujarnya dalam keterangan tertulis di laman halalmui.
Bahkan, jelas Hasanuddin jika ternyata pihak perusahaan terbukti berbuat curang, seperti mengganti bahan yang halal dengan yang haram, misalnya, maka semestinya aparat hukum, sesuai dengan kewenangannya, dapat melakukan tindakan legal guna melindungi umat Islam dari perbuatan curang pihak perusahaan tersebut.
“Tindakan legal ini sesuai dengan amanat yang telah pula ditetapkan di dalam Undang-undang (UU) No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH),” ujarnya.
Disebutkan pada Pasal 41 bahwa Pelaku Usaha yang mencantumkan Label Halal tidak sesuai dengan ketentuan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan pada Pasal 56: Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal diancam dengan hukuman pidana.
Hasanuddin juga menerangkan bahwa sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh MUI itu disebutkan secara eksplisit, sertifikat halal berlaku selama dua tahun, selama bahan-bahan dan proses produksi masih sesuai dengan keputusan KF MUI. Ketetapan fatwa halal menurut syariah Islam diberikan dengan ketentuan:
“Selama bahan-bahan dan proses produksinya masih sesuai dengan keputusan Komisi Fatwa MUI”.
Kalau pihak perusahaan melakukan perubahan bahan atau proses produksinya, yang berbeda dengan yang diputuskan oleh KF MUI, maka secara otomatis SH itu menjadi tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, dan dengan demikian menjadi tidak berlaku lagi.
“Dalam hal ini, pihak perusahaan itu dianggap telah melanggar perjanjian yang telah ditetapkan dan disepakati bersama,” jelasnya.
Terkait dengan sertifikat halal yang dikeluarkan, komisi fatwa MUI menjelaskan bahwa hal tersebut bersifat tidak mutlak.
“Namun Sertifikat Halal (SH) yang diberikan kepada perusahaan itu bersifat Muqoyyad, tidak muthlaq. Yakni terikat dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Dan SH MUI ini satu-satunya sertifikat yang mencantumkan ketentuan mengikat ini,” tutur guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Secara harfiyah, “Muqoyyad” itu bermakna terikat. Sedangkan “Muthlaq” artinya bebas, tidak terikat ketentuan apapun. Seperti klausul ketentuan yang mengikat dan lazim tercantum dalam kaidah bisnis.
“Syarat dan Ketentuan Berlaku” (SKB). Apalagi halal ini masalah agama dengan tanggung-jawab dunia wal akhirat. Maka tentu ikatannya harus lebih kuat lagi,” tokoh cendikiawan muslim ini menandaskan. (jwt/halalmui)