KETEGUHAN pejuang dan rakyat Palestina dalam mempertahankan wilayahnya menjadi inspirasi bagi seantero dunia. Seperti diketahui, gempuran bom dan muntahan peluru tentara Israel telah meluluhlantakkan seluruh sendi kehidupan masyarakat di Gaza. Namun, hal itu tak memadamkan semangat para pejuang dan rakyat Palestina untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Ketua Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al-Aqsa (KPIPA), Nurjanah Hulwani, mengungkapkan hal tersebut saat memperingati satu tahun Thufan Al-Aqsa pada Sabtu (12/10). Acara yang dikemas dalam bedah buku bertajuk “Thufan Al-Aqsa dan Keteguhan Gaza” dilaksanakan oleh KPIPA di gedung Community hub Paragon 9, Jakarta Selatan.
Nurjanah menjelaskan, apa yang dilakukan oleh pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 adalah akumulasi perlawanan terhadap penjajahan Zionis Israel sejak tahun 1948. Jika diakumulasikan 150 tahun penjajahan di Palestina, 30 tahun di bawah jajahan Inggris dan 76 tahun di bawah jajahan Zionis Israel.
“Karena itu, tuduhan Zionis Israel bahwa operasi Thufan Al-Aqsa dimulai oleh pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 adalah tuduhan yang tidak berdasar, karena yang memulai penyerangan terhadap Palestina adalah Zionis Israel sejak tahun 1948 sampai saat ini,” terangnya.
Seperti diketahui, setahun terakhir Israel meningkatkan agresi udara dan darat ke kota Gaza. Akibatnya, lebih dari 42.000 warga Gaza meninggal dunia, 56% di antaranya perempuan dan anak-anak. Sekitar 620.000 pelajar tidak bisa bersekolah.
Selain itu, kata Nurjanah, sebanyak 69.000 perempuan dan anak perempuan yang sedang menstruasi kehilangan akses terhadap produk-produk kebersihan menstruasi. Rumah sakit yang masih beroperasi tidak bisa melayani proses melahirkan dengan baik karena keterbatasan obat-obatan. Bahkan operasi caesar dilakukan tanpa anestesi.
“Ketiadaan air bersih dan tenda di Rafah memiliki 1 toilet untuk 850 orang, sementara standar kemanusiaan mengatakan 1 toilet per 20 orang (per April 2024),” imbuhnya. “Namun, penderitaan tersebut tak menggoyahkan keteguhan rakyat Gaza, karena mereka tahu bahwa mereka adalah pemilik tanah air dan berada di pihak yang benar.”
Nurjanah kemudian menceritakan tentang kedekatan rakyat pada Al-Qur’an. Di tenda Rafah dengan kondisi hidup yang sangat minim, terbentuk 77 kelas tahfiz Al-Qur’an. Ada kisah Dr Aslim sekeluarga, hafal Al-Qur’an di usia tiga tahun dan berprestasi di sekolah serta kampus. Bahkan di sebuah rumah sakit, seorang laki-laki yang mengalami luka parah membaca Surah Yusuf dalam keadaan sadar atau tidak.
Hal ini pula yang diungkapkan jurnalis Al Jazeera, Waeh Al-Dahdouh, setelah semua anggota keluarganya wafat akibat serangan Israel.
“Kunci rahasia untuk bertahan dalam segala kesulitan dan penderitaan apa pun adalah dengan ridha dan menyerahkan urusanmu hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala,” ucapnya dalam sebuah wawancara.
Acara bedah buku yang dihadiri 115 peserta bertujuan untuk menyebarluaskan pemahaman terhadap permasalahan Palestina di masyarakat. Ketua pelaksana acara, Handayani, menyebut jika kegiatan ini untuk mendukung perjuangan saudara-saudara muslim yang menjaga Al-Aqsa. Selain itu juga untuk memperkenalkan KPIPA sebagai organisasi yang peduli dan berusaha ikut mewujudkan kemerdekaan Al-Quds dan Palestina. [Mh/KPIPA]