PROGRAM konservasi berbasis mata pencaharian alternatif di Alor, Nusa Tenggara Timur, berhasil menurunkan tingkat penangkapan hiu tikus pelagis (Alopias pelagicus) hingga 91%.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal dengan keindahan alamnya yang luar biasa, mulai dari savana yang luas, kawasan pesisir yang kaya biota laut, hingga hutan-hutan yang masih alami.
Inisiatif ini melibatkan sembilan dari 27 nelayan lokal yang setuju berhenti menangkap hiu sebagai imbalan atas bantuan usaha baru, seperti alat tangkap, modal usaha, dan pelatihan.
Baca juga: Gunung Lumpur di Grobogan Kini Ramai Dikunjungi Wisatawan
Program Konservasi Berbasis Mata Pencaharian Alternatif di NTT
Studi menyebutkan bahwa peserta mengalami peningkatan pendapatan hingga 5,2 kali lipat, meskipun sebagian menghadapi tantangan pribadi dan sosial.
Hiu tikus pelagis merupakan spesies yang terancam punah, namun masih banyak dieksploitasi untuk konsumsi lokal.
Dalam periode Agustus 2021–November 2023, kelompok peserta hanya menyumbang 9% dari total tangkapan hiu.
Studi ini menyoroti pentingnya pendekatan berbasis komunitas dalam konservasi, terutama di Indonesia sebagai negara penangkap hiu terbesar dunia.
Para ahli menekankan bahwa keberhasilan konservasi memerlukan kolaborasi jangka panjang, dukungan regulasi, dan pelibatan aktif pemerintah daerah.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Program konservasi ini tidak hanya memberikan solusi jangka pendek, tetapi juga menyertakan pelatihan keterampilan, penyuluhan, dan pendampingan jangka panjang.
Sejak diterapkannya program ini, sejumlah wilayah di NTT menunjukkan pemulihan ekosistem yang signifikan.
Program konservasi berbasis mata pencaharian alternatif di NTT menjadi contoh nyata bahwa pelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan beriringan. [Din]