ChanelMuslim.com- Sejak Sabtu (21/7), naik kereta commuter Jabodetabek tidak selancar seperti biasanya. Pasalnya, tiket elektronik berlangganan untuk sementara tidak lagi bisa digunakan. Jadinya, siapa pun harus antri, antri, dan antri.
Hal tersebut merupakan survei yang dilakukan langsung reporter ChanelMuslim.com sejak Sabtu itu. Sekitar jam satu siang, petugas penjaga tiket menghadang calon penumpang yang menggunakan tiket elektronik berlangganan, baik itu jenis multri trip, atau pun uang elektronik yang dikeluarkan bank.
“Maaf, karena ada pembaruan sistem, kartu itu tidak bisa digunakan. Silakan antri untuk membeli tiket harian atau THB,” jelas sang petugas sambil menunjukkan arah loket.
Apa yang diucapkan petugas sepertinya memang benar. Hal ini terbukti dari beberapa calon penumpang yang sudah terlanjut melakukan “tap” dengan kartu berlangganan yang akhirnya macet ketika akan masuk di atau pun yang keluar.
Kasus ini pun berpengaruh ke mesin “tap” yang merupakan pintu masuk atau keluar penumpang. Sejumlah mesin “tap” tiba-tiba tidak bisa digunakan.
Pada hari berikutnya, Ahad (22/7), survei ini pun kembali dilakukan. Reporter kami memulai perjalanan dari Stasiun Depok dengan tujuan Stasiun Jakarta Kota. Kartu yang digunakan bukan THB seperti yang diminta petugas tiket, tapi dengan kartu uang elektronik yang dikeluarkan bank. Ternyata, kartu ini masih bisa digunakan.
Sejumlah calon penumpang tampak antri panjang. Raut wajah kecewa mereka tampak terlihat karena harus antri, padahal mereka sudah memiliki kartu multri tip atau kartu dari bank yang saldonya masih tersedia.
Para penumpang ini mengalami antrian dua kali. Pertama antri ketika akan membeli kartu THB, dan kemudian antri lagi untuk masuk melalui pintu “tap”.
Pemandangan yang sama juga terjadi di pintu keluar Stasiun Jakarta Kota. Sejumlah petugas yang lebih banyak dari biasanya tampak kerepotan berjaga dan melayani penumpang yang akan keluar.
Antrian pun tak terhindarkan. Hal ini karena banyak penumpang yang terjebak saat akan melakukan tap di pintu keluar. Pintu “tap” itu tiba-tiba macet dan tak lagi bisa difungsikan.
Petugas pun mengarahkan penumpang yang menggunakan kartu selain THB untuk keluar melewati pintu khusus. Hal ini sepertinya dimaksudkan agar tidak membuat macet mesin “tap” saat akan keluar.
Perjalanan balik pun kemudian dilakukan, dari Stasiun Kota menuju Stasiun Depok. Ternyata, suasana sudah lebih tegang dari beberapa jam sebelumnya. Petugas yang menjaga pintu “tap” lebih banyak, dan berteriak-teriak memberikan penjelasan, “Hanya kartu THB, ya! Hanya kartu THB! Yang lainnya gak bisa!”
Sejumlah penumpang yang sudah lama antri, ketika di depan pintu “tap” tampak kebingungan. Seperti yang dialami seorang bapak yang di tangannya tampak sebuah kartu multi trip. Sepertinya, bapak ini tidak memahami apa yang sudah disampaikan petugas tiket.
Ketika akan melakukan “tap”, petugas langsung menghalanginya. “Maaf, Pak. Kartu bapak tidak bisa digunakan. Silakan beli kartu THB di loket,” ucap petugas. Setelah berebut mulut sebentar, akhirnya sang bapak dengan kecewa menuruti yang diarahkan petugas.
Reporter kami pun mencoba “menerobos” dengan menggunakan kartu uang elektronik yang dikeluarkan bank. Apakah cara ini bisa, atau tidak seperti yang disampaikan pihak petugas.
Awalnya, petugas menghalangi. Petugas lagi-lagi menjelaskan bahwa kartu ini tidak bisa digunakan. Namun ternyata, tanpa sepengetahuan petugas, “tap” dengan kartu ini tidak ada hambatan. Lancar.
Ketika tiba di Stasiun Depok, hal yang sama lagi-lagi terjadi. Antrian yang begitu panjang, dan petugas yang lebih banyak dari biasanya. Sejumlah pintu “tap” tampak macet dan tak lagi bisa digunakan.
Reporter kami lagi-lagi mencoba dengan diam-diam menggunakan kartu bank yang tadi bisa digunakan untuk masuk di Stasiun Jakarta Kota. Dan ternyata, kartu itu bisa digunakan.
Setelah sukses keluar pintu “tap”, reporter kami menanyakan sejumlah pertanyaan ke petugas yang ada di pintu “tap” tersebut.
“Pak, saya tadi menggunakan kartu uang elektronik yang dikeluarkan bank, ternyata bisa. Kata para petugas tidak bisa, gimana?” tanya reporter kami.
Petugas itu menjelaskan, pembaruan sistem tiket sebenarnya ditujukan untuk kartu jenis multi trip yang sudah terlalu lama masak aktifnya. Dan kartu yang dari bank sebenarnya tidak ada masalah, hanya kena imbas dari pembaruan tersebut.
Tiket Kertas
Pada Senin pagi tadi (23/7) jam 5.35 WIB, reporter kami kembali melakukan survei di Stasiun Depok. Ternyata, pemandangannya sudah sangat semrawut. Antrian calon penumpang di hari pertama kerja ini mengular ke jalan masuk stasiun.
Keadaan ini jauh lebih parah dari dua hari sebelumnya. Selain itu, pihak kereta commuter tidak lagi memberlakukan jenis kartu apa pun sebagai tiket masuk. Tapi kembali ke zaman “jahiliyah”. Yaitu, dengan menggunakan tiket kertas.
Inilah yang menyebabkan antrian calon penumpang begitu panjang. Karena di areal yang tidak terlalu luas, ratusan bahkan mungkin ribuan calon penumpang harus melakukan dua kali antri. Yaitu, antri untuk membeli tiket kertas seharga tiga ribu rupiah, kemudian antri lagi untuk masuk ke pintu yang dijaga petugas.
Pihak Kereta Commuter menyatakan kepada wartawan bahwa proses pembaruan ini diharapkan bisa selesai hari ini. Tapi belum bisa dipastikan sampai jam berapa.
Siapa pun, khususnya pengguna kereta yang menjadi andalan warga Jabodetabek ini berharap apa yang disampaikan pihak Commuter memang benar. Kalau sampai berhari-hari, entah berapa lagi kerugian yang dialami para penumpang: antrian panjang, kartu uang elektronik yang tidak bisa digunakan, dan tentu saja akan dapat sanksi dari tempat kerja mereka karena datang terlambat. (mh)