ChanelMuslim.com – Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33, 34 ayat (4), Pasal 45 ayat (3), dan Pasal 46 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 Juni 2015 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian.
Dalam PP ini ditegaskan, setiap Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Setiap orang yang bekerja wajib mendaftarkan dirinya sebagai Peserta dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 4 ayat (2) PP tersebut.
Menurut PP ini, peserta program JKK dan JKM terdiri dari: a. Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara (meliputi: a. Pekerja pada perusahaan; b. Pekerja pada orang perseorangan; dan c. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan); b. Peserta bukan penerima upah (meliputi: a. Pemberi Kerja; b. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah).
Peserta yang pindah tempat kerja, menurut PP ini, wajib memberitahukan kepesertaannya kepada Pemberi Kerja tempat kerja baru dengan menunjukkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dimilikinya. Selanjutnya, Pemberi Kerja tempat kerja baru wajib meneruskan kepesertaan Pekerja dengan melaporkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan dan membayar iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan sejak Pekerja bekerja pada Pemberi Kerja tempat kerja baru.
“Dalam hal Pemberi Kerja belum melaporkan dan membayar Iuran maka bila terjadi risiko terhadap Pekerjanya, Pemberi Kerja wajib memberikan hak-hak Pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini,” bunyi Pasal 8 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 ini.
Dalam hal Pemberi Kerja nyata-nyata lain tidak mendaftarkan Pekerjanya, menurut PP ini, Pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program jaminan sosial kepada BPJS Ketengakerjaan sesuai program yang diwajibkan dalam penahapan kepesertaan.
“Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku sejak nomor kepesertaan dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan,” bunyi Pasal 10 ayat (6) PP ini.
Adapun Peserta yang bukan penerima Upah, wajib mendaftarkan dirinya kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai penahapan kepesertaan. Pendaftaran dimaksud dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh Peserta dengan mengisi formulir pendaftaran.
“BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar, serta iuran pertama dibayar lunas. Kartu tersebut paling lama 3 (tiga) hari wajib diserahkan secara langsung kepada Peserta, melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh Peserta,” bunyi Pasal 12 ayat (1,2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 itu.
Besaran Iuran
Mengenai iuran JKK bagi Peserta penerima Upah, menurut PP ini, dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok tingkat risiko lingkungan kerja, meliputi: a. tingkat risiko sangat rendah: 0,24%; b. Tingkat risiko rendah (0,54%); c. Tingkat risiko sedang: 0,89%; d. Tingkat risiko tinggi: 1,27%; dan e. Tingkat risiko sangat tinggi: 1,27%. Kesemuanya persentase itu dihitung dari Upah sebulan, yang terdiri atas Upah Pokok dan tunjangan tetap, dan wajib dibayar oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.
“Besarnya Iuran JKK bagi setiap perusahaan ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan berpedoman pada kelompok tingkat risiko lingkungan kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PP ini,” bunyi Pasal 16 ayat (2) PP No. 44 Tahun 2015 itu.
Adapun besaran iuran JKM bagi Peserta penerima Upah sebesar 0,30% dari Upah sebulan yang wajib dibayar oleh Pemberi Kerja.
Sementara Iuran JKK bagi Peserta bukan penerima Upah didasarkan pada nilai nominal tertentu dari penghasilan Peserta sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PP itu. Adapun iuran JKM bagi Peserta bukan penerima Upah adalah sebesar Rp 6.800,00.
PP ini menegaskan, Pemberi Kerja wajib menyetor iuran JKK dan JKM yang menjadi kewajibannya kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari bulan iuran yang bersangkutan. Keterlambatan pembayaran iuran bagi Pemberi Kerja dikenakan denda sebesar 2% dari iuran yang seharusnya dibayar Pemberi Kerja.
“Denda akibat keterlambatan pembayaran iuran ditanggung sepenuhnya oleh Pemberi Kerja, dan pembayarannya dilakukan sekaligus bersama-sama dengan penyetoran iuran bulan berikutnya,” bunyi Pasal 22 ayat (2) PP ini.(setkab)