ChanelMuslim.com – Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia (Rakernas MUI) sudah usai digelar. Semua Komisi/bidang kerja MUI merancang program-program unggulan masing-masing bidang. Khusus bagi Komisi Fatwa (KF) MUI akan menyelenggarakan Halaqoh atau kajian Ilmiah keislaman untuk menjawab berbagai permasalahan umat kontemporer dari sisi kaidah syar’iyyah. Demikian dikemukakan Prof. Dr. K.H. Muhammad Amin Suma SH. MA., dalam penjelasannya tentang hasil-hasil Rakernas MUI baru lalu.
“Berbagai permasalahan umat mengemuka, seiring dengan dinamika kehidupan kontemporer. Maka permasalahan yang mengemuka itu tentu memerlukan solusi. Dan dalam konteks MUI permasalahan dengan solusinya itu akan dikaji dari sisi kaidah syar’iyyah dengan menyelenggarakan Halaqoh atau kajian Ilmiah keislaman,” tutur Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini yang menjadi Rakernas MUI sebagai delegasi KF MUI.
Program ini, tambahnya, sekaligus sebagai langkah proaktif MUI dalam aspek da’wah Islamiyah dan sosialisasi nilai-nilai keislaman kepada masyarakat.
Kalau selama ini MUI relatif lebih banyak bersikap pasif, menunggu permintaan atau pertanyaan dari kalangan umat yang meminta atau bahkan fatwa solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi, maka dengan program yang dirancang ini, MUI akan lebih proaktif mendekati dan menyapa umat sesuai dengan misi Khidmatul Ummah yang diemban.
Jadi bukan hanya dengan ceramah di mimbar saja. Tetapi juga mengajak dan merangkul umat dalam meraih Rahmat, dari Allah Pemilik alam jagat, dengan interaksi aktif di lapangan.
Wakil Sekjen MUI Drs. H. Sholahudin Al-Aiyubi, M.Si., memaparkan, sesuai dengan hasil Musyawarah Nasional (Munas) MUI telah menetapkan garis-garis besar program MUI selama lima tahun ke depan. Diantaranya, KF MUI akan merancang program pertemuan Ijtima’ Ulama ASEAN. Hal ini dimaksudkan agar ada kesepahaman para ulama di kawasan dalam penetapan fatwa, terutama yang terkait khusus dengan produk-produk konsumsi. Misalnya yang terkait dengan masalah penyembelihan hewan. Termasuk juga dengan penggunaan sistim “Stunning” (pemingsanan hewan) dalam penyembelihan ternak. Karena tidak semua ulama di negara-negara ASEAN dapat menerima sistim stunning ini.
Dalam ketetapan MUI, jelasnya lagi, sistim Stunning memang diperbolehkan, tapi harus dengan syarat-syarat yang ketat. Maka hal-hal semacam ini tentu harus dikomunikasikan dengan ulama-ulama kawasan. Karena beberapa waktu lagi akan diberlakukan ketentuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sebagai pasar bebas bersama ASEAN. Dengan kesepakatan MEA ini, berbagai komoditi dari kita di Indonesia dapat dipasarkan secara bebas ke sesama negara ASEAN, begitu pula, komoditas dari negara-negara anggota dapat bebas masuk ke Indonesia. Nah, kalau tidak ada kesepemahanan bersama dalam sistim stunning, maka sangat dikhawatirkan produk-produk daging dari Indonesia akan menghadapi kendala dalam pemasaran di kawasan.
“Maka dari sini jelas mengemuka urgensi pertemuan Ijtima’ Ulama ASEAN. Dan ini menjadi salah satu program unggulan KF MUI,” tuturnya.
(jwt/halalmui)