ChanelMuslim.com – Lebih dari satu pekan Dokter Aisyah menjalankan tugasnya di Kalimantan Selatan. Asalnya ia merupakan seorang dokter yang bekerja di beberapa instansi di Banten. Namun Dokter Aisyah sering juga turun langsung untuk membersamai masyarakat yang terdampak bencana seperti penyintas banjir di Kalimantan Selatan dengan seizin tempatnya bekerja.
“Tugas kami sendiri di sana memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat korban banjir dan yang warga terdampak banjir. Di sana kami memberikan pengobatan, edukasi, apalagi saat ini masa pandemi yang mana kita butuh untuk melakukan 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker),” jelas Aisyah ditemui pada Kamis (4/2) silam.
Awalnya Dokter Aisyah agak ragu untuk berangkat ke Kalimantan Selatan sebab pandemi yang belum usai. Namun pihak Aksi Cepat Tanggap (ACT) meyakinkan bahwa tenaga tim medis di sana masih kekurangan, sehingga ia tergerak untuk membantu.
Seperti yang dilakukannya pada Rabu (3/2) silam di Desa Alat, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Bersama Tim Humanity Medical Services, ia melayani puluhan pasien mulai dari lansia hingga anak-anak yang mengeluhkan berbagai macam penyakit yang lazim di pengungsian seperti gejala hipertensi, hingga gatal-gatal.
Niat Dokter Aisyah yang pernah menjadi relawan medis di bencana Gempa Lombok, Palu, dan Tsunami Selat Sunda ini sederhana, ia hanya ingin berbuat baik. “Menurut saya, saya bukan pribadi yang baik dan harus ada penyeimbangnya. Dan kedua orang tua saya sudah menyekolahkan saya. Walaupun saya tidak bisa membahagiakan dengan yang lain, setidaknya ada kegiatan baik yang bisa saya lakukan.”
Banyak kejadian unik juga yang dilaluinya ketika menjadi relawan bencana, salah satunya di Lombok. Seorang perempuan hendak melahirkan menjelang azan subuh di Hari Raya Iduladha di daerah Obel-Obel, Sambelia. Hanya ada Dokter Aisyah dan beberapa relawan di sana, sementara fasilitas kesehatan masih belum pulih akibat gempa. Pengungsian pun jadi tempat si anak lahir.
“Subuh-subuh waktu itu, kondisi bayinya sudah biru dan enggak menangis. Alat-alat terbatas, jadi kita potong tali plasentanya pakai bambu dan benang tenun, karena kalau pakai gunting takut infeksi. Alhamdulillah selamat keduanya terus anaknya diberi nama saya, Aisyah,” Dokter Aisyah mengenang kembali pengalaman tersebut.
Dokter Aisyah kini terus melanjutkan kerja-kerja kemanusiaannya di berbagai daerah. Ia juga berpesan kepada sesama relawan, untuk terus semangat. “Tetap luruskan niat dan mudah-mudahan Allah tetap melindungi kita,” harap Dokter Aisyah. [Wnd/rls]