ChanelMuslim.com – Buton, sebuah pulau di Sulawesi Tenggara yang kini tengah menjadi sorotan dunia. Tidak hanya karena produsen aspal ternyata Buton memiliki pesona alam yang sangat indah dan masih bersih serta memiliki kekayaan alam dan budaya yang sangat beragam.
Pesona yang tentunya sangat dirindu oleh para penikmat wisata.
Kabupaten beribukota Pasarwajo ini memang mulai naik daun. Gaungnya sebagai destinasi wisata baru mulai terdengar. Ini buah jerih payah Pemkabnya yang mulai gencar berpromosi setahun belakangan ini, baik lewat press tour, membuat dua film, menggelar festival budaya tua, menampilkan kesenian, dan mengikuti pameran wisata dan lainnya di Jakarta.
Sebelumnya, Buton hanya dikenal sebagai penghasil aspal alam yang terbesar di dunia. Kandungan aspalnya tersebar di 43.000 hektar dengan cadangan yang tidak akan habis selama 300 tahun.
Namun Pemkabnya tidak mau terus-menerus terbuai dengan hasil tambangnya yang melimpah itu. Mereka menyadari, salah satu kabupaten di Pulau Buton ini pun menyimpan sejuta pesona wisata dan budaya yang tak kalah memukaunya dari Bali dan Jogja yang bila dikelola, dikemas dan dipasarkan dengan baik akan mendatangkan pendapatan hingga meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Kabupaten seluas 2.488.71 Km dengan 21 kecamatan dan 243 desa dan kelurahan di dalamnya ini, bukan hanya mengoleksi pantai-pantai cantik berpasir putih dan keindahan bawah laut dengan aneka terumbu karang dan ikan hiasnya, pun warisan budaya leluhurnya yang masih lestari, situs-situs sejarahnya, hutan aslinya, air terjun, kuliner, kerajinan, dan lainnya.
Berikut beberapa pesona buton yang membuat kita tak ingin beranjak darinya.
1. Desa Wisata Wabula : Kaya Budaya
Desa ini terletak terletak sekitar 28 Km dari Pasarwajo. Untuk mencapai desa ini bisa melalui laut dengan kapal nelayan maupun jalur darat dengan angkutan pedesaan yang biasa disebut pete-pete dari Pasarwajo. Lama tempuh dari Pasawajo sekitar dua jam. Desa ini juga sudah dialiri listrik, walaupun untuk sinyal telepon genggam terbilang masih susah.
Setiap tahunnya, Desa Wabula memiliki acara tahunan berupa pesta adat Pedaono Kuri. Ritual tersebut biasanya diisi dengan pembacaan doa, makan bersama di sebuah galampa atau tempat pertemuan yang menjadi pusat penyelenggaraan upacara di tepi pantai.
Para tetua duduk berjejer mengelilingi galampa. Mereka mengenakan Tenun Buton warna-warni bermotif sederhana berupa kotak-kotak. Tengahnya dibiarkan kosong. Sementara di sisi belakang para pemusik sudah siap dengan alat musik yang serupa dengan gong bernama tawa-tawa dan gendang.
Dulang-dulang dikeluarkan. Usai pembacaan doa, tudung dulang pun dibuka. Di balik tudung, kuri menjadi primadonanya. Kuri seperti ubi kayu, diolah salah satunya menjadi epu-epu. Kuri diparut dan dikeringkan, lalu ditumbuk dan disiram air dan diberi parutan kelapa dan gula merah.
Selain epu-epu, di dulang juga terdapat kue bolu, wajik, dan cucur. Kue-kue manis ini mengelilingi nasi yang diletakkan di tengah dulang. Ada pula lauk seperti telur dan buah. Porsinya lumayan besar, dengan nasi yang dibuat kerucut seperti tumpeng dengan aneka lauk yang berlimpah.
Setelah makan bersama dilanjutkan pertunjukan kesenian berupa Tari Linda yang menggambarkan asal mulanya terciptanya manusia, Tari Mangaru, dan Tari Ponare atau tari perang sebagai puncak acara. Semua rangkaian upacara itu sebagai simbol rasa syukur hasil panen kuri, yaitu sejenis ubi yang merupakan makanan khas Wabula. Salah satu ritual adat budaya tua Buton ini diadakan setiap bulan tujuh kalender masehi, tepatnya selesai panen.
Wabula juga dianugerahi panorama bawah laut menawan berupa terumbu karang dengan guanya yang membedakan dengan spot-spot diving di perairan Buton lainnya. Di desa ini juga terdapat sentra perajin tenun Buton. Umumnya penenunnya kaum perempuan. Tenun buton di desa ini memiliki dua corak sederhana. Corak berupa garis lurus untuk perempuan sedangkan kotak-kotak untuk laki-laki. Biasanya tenun buton dijadikan sarung, selendang dan lainnya.
2. Romantisme Bawah Laut Buton
Mau lihat ikan mandarin kawin atau ‘making love’ (ML). Datang dan menyelamlah ke Buton.” Demikianlah kata Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun dan para pemandu menyelam yang sering dikemukakan dalam menjual potensi wisata bawah laut Buton, yang terkenal sebagai daerah penghasil aspal.
Ikan mandarin (mandarin fish) adalah ikan cantik karena badannya berwarna-warni bermotifkan batik. Bagi para penyelam ikan jenis ini sering diburu untuk difoto dengan kamera bawah laut. Memang tidak mudah menemukan ikan mandarin ini di bawah laut, kecuali di Buton.
“Di mana-mana susah menemukan ikan mandarin. Di teluk Pasarwajo, Buton, penyelam bisa menemukan ikan mandarin setiap waktu. Bahkan, sore dan malam bisa melihat ikan Mandarin yang berwarna-warni cantik itu kawin atau ‘making love’,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buton Zainuddin Napa (The Beauty of Buton Facebook)
3. Buton Syurga Para Penyelam (Diving Center)
Berdasarkan beberapa penelitian, spesies biota laut di Buton lebih banyak daripada Wakatobi. Ia mengatakan Wakatobi lebih banyak menonjolkan koral. Bahkan, lanjutnya, beberapa operator diving di Wakatobi menjual paket diving di Buton.
Jadii tamu diajak menyelamnya di sini, di perairan sekitar Teluk Wabula. Jaraknya memang hanya beberapa jam, sekitar 1,5 jam dengan jetfoil,” katanya.
Walaupun rata-rata 3-4 jam menuju Wakatobi dengan kapal cepat. Selain itu, spesies ikan yang sering dipromosikan diving operator Wakatobi, banyak pula terdapat di perairan Buton.
4.Tambang Aspal
Kabupaten Buton di Sulawesi Tenggara menyimpan potensi wisata yang mengagumkan. Mempunyai persediaan aspal yang begitu banyak dan tambangnya bisa dikunjungi turis
“Buton mengandung potensi budaya yang bisa dijual. Kalau disanding dengan sumber alam lain seperti pertambangan, tentu ini modal yang besar. Aspal itu justru pariwisata,” ujar Bupati Buton Samsu umar Abdul di Pelabuhan Pendaratan Ikan, Pasarwajo, Buton,
Dia mengatakan, tambang aspal yang akan dijadikan juga untuk tempat wisata adalah yang di kasan Lawele. Tak jauh dari tambang itu, ada pula Hutan Lambusango yang bisa dikunjungi. Di hutan ini terdapat mamalia terkecil di dunia yakni tarsius, juga anoa.
“Aspal Lawele dekat dengan Lambusango. Sudah saya dekatkan potensi pariwisatanya,” kata Bupati Buton.
Selain itu, Buton juga merupakan tempat yang cocok untuk snorkeling dan diving. Ada ikan unik yang punya kaki, biasanya disebut ikan buaya, dan Mandarin fish yang mudah sekali ditemui.
“Teluk di sini ada mandarin fish. Begitu menyelam langsung dikelilingi mandarin fish. Ada ikan buaya yang bisa jalan,” ujar Bupati
Ikan buaya itu hanya bisa dilihat saat diving, itu juga tidak setiap saat. Sedangkan mandarin fish lebih mudah ditemui. Hanya dengan berenang santai atau snorkeling, ikan tersebut langsung bisa dilihat.
Dengan potensi pariwisata yang bagus, tentunya diharapkan bisa menarik banyak turis untuk berkunjung. Tapi memang belum ada target berapa kunjungan turis, karena memang saat ini masih dalam tahap memperbanyak promosi dan memperbaiki infastruktur.
kita baru buat infrastrukturnya. Dulu yang masuk Buton lewat Baubau 100 per tahun. Sekarang bisa sampe 3.000. Sudah ada kunjungan langsung juga 600-700 orang,” kata Bupati
6. Budaya ” Imunisadi Tradisional”
“Imunisasi” Tradisional, Sebanyak 600 bayi usia di bawah lima tahun dari seluruh desa di Kabupaten Buton ikut imunisasi tradisional yang di daerah setempat disebut “Padole-Padole”, pada puncak acara Festival Budaya Buton Tua.
“Kami punya budaya tua yakni imunisasi secara tradisional. Selama tiga tahun ini kami lestarikan budaya ini sebagai kegiatan pariwisata tahunan untuk menarik wisatawan domestik dan luar negeri,” kata Bupati Buton, Samsu Umar Abdul Samium, di Buton, Senin (24/8/2015).
Festival Buton Tua yang diselenggarakan ini meliputi Pameran dan hiburan malam, Pedole dole, Posuo (pingitan bagi remaja putri yang baru haid), dan menyambut para peserta Sail Tomini atau Sail Indonesia dimana para pemilik Yacht bersandar dan menikmati keindahan alam, budaya dan kuliner Buton.
“Sama dengan imunisasi nasional, imunisasi tradisional Buton juga untuk mencegah berbagai penyakit dan gangguan roh jahat,” ujar Bupati Samsu Umar.
Seorang Ibu asal Buton, Rahma, membawa anak ke-3 Zainudin usia dua tahun, mengatakan masih percaya Padole-Dole baik untuk putranya agar tidak mudah terserang penyakit dan gangguan roh jahat. “Walaupun dia sudah diimuniasi nasional,” katanya.
Edwin, Seorang warga Australia yang datang ke Buton dengan kapal Yacht, bersama istrinya mengatakan, festival budaya tua Buton, termasuk imunisasi tradisional ini sangat atraktif untuk dilihat.
Ada puluhan turis asing yang menyaksikan festival budaya tua di sela-sela keikutsertaannya pada Sail Tomini 2015.
Penasaran dengan Buton? Persiapkan diri menuju Visit Buton 2016 dimana Pemerintahan Kabupaten Buton tengah mempersiapkan diri menjadi Tuan Rumah bagi wisatawan dalam dan luar negeri.(Facebook Pemkab Buton Beauty of Buton)