• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Sabtu, 10 Mei, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Berita

Agar Kasus ABG Slenderman Tak Terjadi Lagi

Maret 8, 2020
in Berita
70
SHARES
539
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
ADVERTISEMENT

oleh: Yons Achmad (Pengamat media sosial)

ChanelMuslim.com – Media kita kini, begitu memengaruhi waktu luang (leisure time), terutama bagi anak-anak. Layaknya anak-anak, tontonan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Anak-anak kita, mungkin kini tak lagi asyik menikmati misalnya kesenian tradisional, topeng monyet, ondel-ondel dll. Tapi, menjadi mengkhawatirkan, anak-anak lebih banyak berdiam diri di kamar. Menonton. Baik tayangan televisi maupun tayangan di internet (Youtube, Instagram dll). Lepas dari pengawasan atau kelalaian orang tua dalam pembatasan tontonan, hasilnya bisa fatal.

Barangkali, inilah yang tergambar dalam kasus pembunuhan anak usia lima tahun oleh gadis remaja berusia 15 tahun yang dikabarkan beberapa media. Salah satunya, media online Detik membuat judul berita dengan menyebut ABG “Slenderman”, begitu juga mengabarkan kalau sang gadis terinspirasi oleh tontonan film horror Chucky. Di sini, saya tak akan melakukan penghakiman kepada sang gadis itu. Tapi, akan lebih banyak menyoal bagaimana sebenarnya regulasi dan peran orang tua dalam melakukan pengawasan terhadap tontonan dan perilaku anak terutama berkaitan dengan media baru, media sosial. Agar kejadian dan kasus semacam ini tak terulang lagi.

Diakui atau tidak, produsen tontonan era kapitalisme media sekarang ini memang tak jauh dari usaha menjadikan tontonan sebagai apa yang disebut Idi Subandy Ibrahim dalam buku “Sirnanya Komunikasi Empatik” dengan politik penciptaan kesenangan semata (The politics of pleasure). Hasilnya apa? Saya kira, alih-alih mendukung lahirnya tontonan yang mendidik dan ramah anak, yang terjadi malah banyak produsen sering berdalih “Hai Bung, mendidik anak itu tugas sekolah dan orang tua, kami berbisnis media”. Itu kenyataan yang terjadi sekarang.

Masalahnya sekarang, apakah khalayak berdiam diri? Tidak. Satu hal yang mesti kita pikirkan sekarang adalah yang utama soal kebijakan. Penyiaran seperti tontonan di televisi memang sudah dalam pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Lembaga inilah yang menjadi garda depan dalam melakukan pengawasan, termasuk “menyemprit” stasiun televisi yang tidak ramah dan menyiarkan tontonan berbahaya bagi anak. Tapi, bagaimana dengan tayangan di internet dan media online lain? Tidak ada. Itu sebabnya ke depan, perluasan pengawasan tayangan online oleh KPI perlu didukung walau tentu tak gampang sebab perlu merevisi Undang-Undang Penyiaran.

Televisi saat ini memang bukan kekuatan tunggal dalam memberikan pengaruh baik itu opini atau pun perilaku. Tapi, regulasi untuk televisi dibuat demikian ketat karena menggunakan frekuensi publik, sebagaimana yang dilakukan negara lain. Namun usaha melindungi publik khususnya anak-anak menjadi sia-sia jika media baru seperti media sosial dan over the top belum juga punya aturan konten sama sekali. Semua yang dilarang di televisi dapat diakses bebas melalui internet. Entah siapa yang seharusnya mengambil inisiatif membuat regulasi. DPR lewat percepatan revisi undang-undang penyiaran atau pemerintah dengan peraturan pemerintah tentang konten media baru sebagai turunan UU ITE. Yang jelas, regulasi atas konten di internet sudah mendesak diberlakukan.

Ketika regulasi buntu, maka mau tak mau peran khalayak kini menjadi penting. Saling melakukan edukasi agar terhindar dari tayangan buruk yang berbahaya bagi anak. Dalam doktrin literasi media kritis, kita pahami bahwa tontonan tidak berdiri sendiri. Ia adalah sebuah arena perang budaya. Konten-konten media yang hadir dan menjadi tontonan khalayak seringkali hadir secara halus (subtle) padahal di baliknya ada “The Invisible hand”. Kepentingan yang kadang tak terlihat tapi nyata adanya. Menjadikan khalayak terutama anak-anak sebagai konsumen dan menanamkan nilai-nilai budaya tak selaras dengan pola pengasuhan anak yang kita inginkan.

Masalahnya sekarang, bagaimana bentuk pengawasannya? Tak lain tak bukan dengan pendampingan. Ya, memang butuh waktu melakukan pendampingan anak ketika menonton tayangan baik di televisi maupun di internet. Itu kewajiban yang tak boleh diabaikan orang tua. Lantas, bagaimana soal pembatasan? Yayasan Pengembangan Media Anak pernah melakukan penelitian di Jakarta dan Bandung, anak menonton televisi bisa di atas 4 sampai 6 jam sehari. Penelitian Idy Muzayyad (2011), Komisioner KPI Pusat 2010-2013 memberikan komentar, jika yang terjadi demikian, maka anak-anak sudah masuk dalam kategori kecanduan. Di sini, saya berkesimpulan, agar aman, anak-anak kita sebaiknya memang dibatasi hanya menonton tayangan 2 jam saja sehari dan harus dengan pendampingan. Inilah usaha kecil yang bisa kita lakukan. [ind]

Yons Ahmad juga dikenal sebagai Penulis buku “Menjadi Kritikus Media” dan CEO Kanet Indonesia

Previous Post

Bersama Klinik Mitra Husada, BMH Yogyakarta Santuni Ratusan Anak Yatim dan Dhuafa

Next Post

Bukan Hanya untuk Wanita, Women Festive 2020 Juga Ramai Dikunjungi Kaum Adam

Next Post

Bukan Hanya untuk Wanita, Women Festive 2020 Juga Ramai Dikunjungi Kaum Adam

Launching di Makassar, Daar Al-Qalam Siap Lahirkan Jurnalis Muslim dan Aktivis Media Islam

Jakarta Islamic School Raih Sekolah Islam Internasional Pendukung Dakwah Terbaik di IKADI Award 2020

.:: TERPOPULER

Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga