ChanelMuslim.com – Sebagian masyarakat menganggap mengadakan peringatan maulid adalah bid’ah. Ustaz Budi Ashari, Lc. menjelaskan mengenai pendapat para ulama dahulu dalam menyikapi permasalahan tersebut.
Tulisan ini sedang ingin melebarkan wawasan sekaligus melapangkan jiwa supaya kita bisa memberi ruang bagi saudara kita untuk menempati salah satu relung hati.
“Karena itu tujuannya, maka saya tidak pernah ridho jika siapapun yang membacanya, bertikai setelahnya. Atau tulisan ini dijadikan sebagai senjata mengoyak rasa saudaranya,” tulis Ustaz Budi Ashari.
Maulid bid’ah? Pertanyaan yang kali ini tidak saya jawab hukumnya. Tapi masalah penyikapan terhadap saudara yang berbeda. Karena ada yang menjalankannya dengan khusyu’ berharap pahala agung tapi ada yang mengatakannya sebagai perbuatan bid’ah yang mungkar.
Apakah dua hal ini mungkin disatukan. Sekilas kita jawab, mustahil!
Tapi perhatikan ulasan di bawah ini. Ini masalah penyikapan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jelas-jelas mengatakan bahwa maulid dan peringatan semisalnya adalah bid’ah dan tidak ada contohnya di salafush sholeh.
Tapi tunggu, itu sikap beliau untuk dirinya dan siapapun yang mau mengambil pendapat beliau. Tapi bagaimana dengan sikap beliau kepada orang yang berseberangan dengan pendapat ini?
Berikut kalimat beliau langsung,
“Mengagungkan maulid dan menjadikannya suatu perayaan, dilakukan oleh sebagian orang. Dan hal itu menyebabkan pahala baginya karena niat baiknya dan pengagungannya untuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
“Sebagaimana yang telah saya sampaikan bahwa hal itu baik bagi sebagian orang tapi buruk bagi mukmin yang berhati-hati.”
(Iqtidho’ ash shiroth al mustaqim 2/126)
Jelas betul, bahwa beliau tetap memegang prinsip, tapi tetap menyisakan ruang yang lapang sekali bagi saudaranya. Dengan sangat berani, beliau bahkan mengatakan, pelakunya mendapatkan pahala.
Pelaku bid’ah mendapatkan pahala? Pasti kalimat patah ini menggelayuti kepala siapapun yang tak memiliki keluasan ilmu dan kelapangan hati seperti Ibnu Taimiyyah.
Ah…andai sikap dan menyikapi ini dipelajari beriringan….(BERHARAP)
Karenanya, Ibnu Taimiyyah memberikan contoh yang jauh lebih tinggi lagi yaitu pada Imam Sunnah; Imam Ahmad rohimahulloh. Masih lanjutan kalimat di atas,
“Karenanya dikatakan kepada Imam Ahmad tentang sebagian pemimpin: dia mengeluarkan sekitar 1000 Dinar untuk membuat sebuah mushaf.
Beliau menjawab: “Biarkan mereka. Itu infak terbaik emas (dinar).”
Padahal mazhab beliau adalah menghias mushaf hukumnya makruh. Para ulama mazhab menakwilkan bahwa hal itu untuk kualitas kertas dan tulisan yang lebih baik.
Tapi bukan itu yang dimaksud oleh Imam Ahmad. Maksud beliau adalah bahwa ini ada kebaikannya tapi juga ada kerusakannya yang menyebabkan dihukumi makruh.
Tapi mereka ini jika tidak melakukan hal tersebut, mereka akan melakukan kerusakan yang tidak ada kebaikannya sama sekali. Seperti mengeluarkan harta mereka untuk menerbitkan buku buku peneman malam, syair-syair atau hikmah Persia dan Romawi.”
Allahu Akbar!
Inilah FIKIH yang SESUNGGUHNYA.
Ada Fikih pertimbangan. Di hadapan Imam Ahmad ada dua pertimbangan, yaitu sebagai berikut.
1. Kebaikan bercampur kerusakan, yaitu mencetak mushaf itu kebaikan, tapi menghias-hias hingga menghabiskan sekitar Rp2 milyar itu kerusakan.
2. Atau uang itu akan dipakai untuk mencetak buku-buku yang tidak bermanfaat bahkan cenderung besar mudhorotnya.
Maka keluarlah keputusan Imam ahlus sunnah, Imam Ahmad bahwa walau beliau tetap berpendirian menghias hias mushaf itu makruh tapi untuk penguasa dan orang kaya itu, biarkan dan itu baik baginya. Karena kalau tidak untuk mushaf, uangnya tetap dihamburkan untuk hal yang sia-sia.
Bisakah kita seperti ini….
Inilah ilmu yang sesungguhnya…
Bagi saudaraku yang mengagumi Ibnu Taimiyyah, bacalah seutuhnya tentang beliau.
Bagi saudaraku yang membenci Ibnu Taimiyyah, bukankah sudah kita lihat beliau tidak seperti yang kita bayangkan.
Sekali lagi…Ini masalah KELUASAN ILMU
Tapi… juga tentang MENGILMUI SIKAP
Semulia sikap Rasul kita.
Bersholawatlah untuk Nabi kalian…
Indahnya kita menyikapi sesuatu dengan ilmu…..
Semoga kita tidak terjebak menilai orang lain seolah-olah mereka sedang berada di neraka dan kita sedang berada di surga. [ind]
sumber: FB Budi Ashari