ChanelMuslim.com- Cukuplah Allah sebagai penolong. Meskipun, ada beberapa orang yang pantas diminta tolong. Meskipun, pertolongan manusia seolah lebih cepat dan kongkrit.
Idealisme seorang mukmin mengajarkan bahwa Allah adalah tempat meminta tolong. Iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in. Hanya kepadaMu (ya Allah) kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami meminta tolong.
Namun dalam kenyataannya, idealisme itu kadang terlupakan. Ketika musibah datang, yang terpikirkan untuk diminta tolong adalah orang-orang yang dianggap “potensial”.
Di antara mereka ada majikan. Ada juga orang tua. Ada kerabat yang punya kemampuan ekonomi lumayan, dan lainnya. Sementara Allah terlupakan.
Baru teringat Allah ketika mereka yang “potensial” itu tidak memberikan respon. Mungkin mereka merasa sudah keseringan dimintai tolong. Mungkin juga karena mereka sudah tidak lagi “potensial” seperti sebelumnya.
Ketika yang dirasa “potensial” itu lenyap, hanya ada satu yang belum gencar diminta. Siapa lagi kalau bukan Allah subhanahu wata’ala.
Pertanyaannya, kenapa Allah sebagai pihak yang tersisa setelah yang lainnya tidak mau menolong? Apa Allah lebih pantas sebagai posisi cadangan?
Di sinilah keadaan keimanan kita. Iman memang tidak bisa dilihat seperti saldo rekening uang tabungan kita. Tidak juga seperti jumlah beras dan sembako di dapur rumah kita.
Sesuatu yang sering kita ucapkan dalam zikir dan shalat kita, kadang hanya berhenti sekadar ucapan. Tidak mengendap dalam hati yang paling dalam, apalagi hidup dalam perbuatan.
“Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’in.” Ucapan zikir lainnya mengatakan, “Hasbunallahu wani’mal wakil.” Cukuplah Allah sebagai tempat bersandar kami.
Kadang dengan rahmat dan sayangNya, Allah “menggiring” kita pada tuntutan bukti atas yang kita ucapkan itu.
Yaitu, ketika memang akhirnya tak satu pun pihak yang mau menolong. Tak ada lagi pihak-pihak “potensial” yang biasa kita andalkan.
Saat itu, barulah kita tersadar bahwa hanya Allah yang pantas untuk dimintai tolong. Dan hanya Allah sebagai tempat untuk bersandar dari segala beban hidup.
Kenapa tidak dilakukan sejak awal? Allah pun memaklumi karena manusia memang pelupa. Manusia hanya ingat dengan yang dekat dan terlihat meskipun sedikit. Tapi lupa dengan seolah jauh dan tak terlihat, meskipun berlimpah.
“Dan ketika hamba-hambaKu bertanya tentang Aku, katakanlah bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan semua permintaan ketika diminta. Maka, sambutlah seruanKu dan berimanlah kepadaKu agar mereka mendapat bimbingan.” [Mh]